6 “Variable” Kekuasaan yang Mempengaruhi Negara dan Masyarakat Indonesia

 6 “Variable” Kekuasaan yang Mempengaruhi Negara dan Masyarakat Indonesia

Dr. Mulyadi, M.Si, seorang dosen Fisip UI, membentangkan secara sederhana konstruksi kekuasaan yang mengontrol Indonesia saat ini, yang menurutnya ditopang oleh Oligarki Kembar Tiga, yang terdiri atas: Oligarki Politik (Badut Politik); Oligarki Ekonomi (Bandar Politik) dan; Oligarki Sosial (Bandit Politik).

Ketiga oligarki ini memiliki framework yang bersifat simbiosis mutualisme yang hakikatnya menjarah Sumberdaya Alam, Sumberdaya Manusia dan Sumberdaya Buatan dengan pola umpan balik: Oligarki Sosial menyerahkan Proteksi kepada Oligarki Politik dan serentak menerima konsesi dari Oligarki Politik. Berlanjut kepada Oligarki Politik, memberikan proteksi kepada Oligarki Ekonomi, saat yang sama menerima proteksi dari Oligarki Ekonomi.

Ala kulli hal, apa yang digambarkan secara teoritik oleh Mulyadi tersebut, sedikit banyak, ada benarnya dan memberikan kita perspektif. Tetapi bagi kepentingan kita dalam tulisan ini, bukan hanya ingin mendapatkan suatu gambaran realitas interaksi kekuasaan kontemporer di Indonesia, tetapi lebih jauh dan rinci dari itu.

Khususnya, faktor apa saja sebenarnya yang diperebutkan dan bermain sebagai variable dalam interaksi kekuasaan dewasa ini di Indonesia, supaya kita dapat menentukan pilihan pendekatan tertentu dalam menjawab tantangan praktik korup interaksi kekuasaan yang berlangsung.

Dalam sistem politik yang berlaku saat ini, bukanlah monarki, halmana basis kekuasaan monarki seperti di masa lalu, yakni suatu keluarga kerajaan menjadi pemonopoli kekuasaan di setiap bidang. Saat ini kita berada di rezim pemilu, halmana kekuasaan dicapai dan diterima melalui uji lapangan melalui pemilu. Dalam rezim pemilu, maka masing-masing “variable” kekuasaan memperkukuh daya saingnya untuk memperebutkan kekuasaan yang lebih luas dan lebih besar.

Ketika interaksi negara dengan NU dan ormas-ormas mencuat dalam kasus isu konsesi tambang batubara beberapa waktu lalu, hal itu menunjukkan kepada kita bahwa ada dua variable kekuasaan yang sedang berinteraksi dan saling bekerja dalam kerangka simbiosis mutualisme. Simbiosis tersebut, yaitu “operan” proteksi dan konsesi. Konsesi diberikan oleh negara yang diwakili oleh pemerintahan Jokowi, dan proteksi diberikan oleh NU kepada pemerintahan dalam bentuk legitimasi dan dukungan politik.

Dalam rezim pemilu sebagai dasar beroperasi dan sirkulasi kekuasaan, terdapat enam variable yang determinan membentuk penjelmaan konkret kekuasaan.

Kekuasaan Massa. Massa merupakan sumber suara yang diperebutkan dalam meraih legitimasi kekuasaan, baik melalui pemilu maupun sebagai kekuatan mobilisasi dan panggung.

Tetapi, mobilisasi massa kerap bergantung dengan kekuasaan di bidang lain, seperti kekuasaan negara sebagai pemberi izin dan keamanan dan, kekuasaan finansial yang digenggam para pengusaha guna akomodasi massa. Itulah sebabnya, penguasa massa seperti ormas-ormas bergantung dengan negara dan pengusaha.

Kekuasaan terhadap sumber daya Alam. Kekuasaan terhadap sumberdaya alam secara praktis lebih dinikmati oleh pengusaha yang ditopang oleh negara yang diwakili pejabat pemerintah terkait. Sebab sumber daya alam baru bernilai ekonomis, ketika ditangani dan diproses secara bisnis untuk suplai kebutuhan pasar. Dan fungsi ini lebih banyak dilakukan oleh pengusaha. Oleh karena itu, kekuasaan sumberdaya alam lebih banyak berada di tangan pengusaha ketimbang oknum pemerintah yang silih berganti Kecuali pada kasus BUMN.

Sumber daya alam ini tidak saja dimengerti berupa barang tambang, tapi segala sumberdaya yang mengendap di dalam bumi, maupun yang hidup dan tumbuh di atas permukaan bumi, termasuk air, angin, sinar matahari dan ruang angkasa.

Kekuasaan sumber daya alam menentukan dan mempengaruhi kekuasaan atas negara, kekuasaan atas massa, kekuasaan keuangan, mesin-mesin produksi yang melibatkan sains dan teknologi, dan keberadaan tenaga-tenaga profesional yang terlatih yang berbeda karakteristik dengan massa.

Variable berikutnya, kekuasaan negara yang dijelmakan oleh pemerintah dalam bentuk kekuasaan terhadap perizinan, keamanan hingga pertahanan.

Karena sifat negara rezim pemilu, membatasi kekuasaan negara sekadar regulasi dan hanya memiliki kekuasaan ekonomi pada bidang-bidang yang krusial seperti hak penerbitan alat tukar, bank sentral, sebagian bisnis energi, infrastruktur jalan raya, transportasi, bandara dan pelabuhan, dan lain-lain, maka kekuasaan negara juga merupakan sasaran yang diperebutkan oleh setiap variable kekuasaan yang bermain di dalam masyarakat.

Akan tetapi, kelemahan dari kekuasaan negara, operatornya tidak permanen dan silih berganti secara periodik. Tidak seperti kekuasaan keluarga konglomerat yang tetap permanen di dalam organisasi perusahaannya, kecuali bila perusahaannya dia jual atau bangkrut.

Maka pemerintah yang mewakili operasi negara, dapat dengan mudah dipengaruhi oleh suatu kekuasaan lain, seperti kekuasaan massa yaitu ormas atau pemimpin keagamaan, kekuasaan SDA maupun kekuasaan keuangan atau kapital yang diperankan oleh pengusaha.

Kekuasaan Finansial atau Kapital. Timbulnya oligarki ekonomi yang berfungsi sebagai Bandar Politik seperti yang disebutkan oleh Mulyadi, karena faktor kekuatannya sebagai pemilik kapital yang dengan leluasa dapat disalurkannya secara bebas akibat keuangannya yang bersifat privat. Negara memang memiliki kapital juga, tapi tidak semudah konglomerat mencairkan dan mengalihkannya dananya kepada berbagai kebutuhan.

Keuangan negara sangat terikat dengan peraturan dan penghindaran terhadap praktik korupsi. Sementara keuangan privat yang dimiliki seorang konglomerat yang memiliki sumber daya finansial, sangat mudah mengalihkan kapitalnya kepada sasaran apapun.

Jadi, kekuasaan finansial atau kapital ini lebih banyak dinikmati oleh aktor-aktor bukan negara, yaitu pengusaha-pengusaha. Inilah yang menyebabkan mereka termasuk di antara variable kekuasaan yang saling meneguhkan dan bersaing memperluas dan memperbesar jangkauan kekuasaannya terhadap masyarakat dan negara.

Kekuasaan Produksi. Produksi barang-barang kebutuhan ekonomi, dihasilkan melalui mesin-mesin. Kekuasaan atas mesin-mesin ini, memiliki pengaruh juga, terhadap bidang-bidang kekuasaan lain, mengingat ada dua hal yang tergantung padanya: keberadaan buruh dengan segala aspeknya itu; harga-harga barang yang diproduksi yang mempengaruhi kekuasaan keuangan, stabilitas sosial, dan juga mempengaruhi SDM-SDM terlatih dan berketerampilan tinggi atau para profesional.

Penguasaan terhadap mesin-mesin produksi ini, adalah hal yang mempengaruhi secara luas kondisi kekuasaan-kekuasaan lain yang saling bersaing. Itu sebabnya, penguasa SDA kerap menggabungkannya dengan kekuasaan atas mesin-mesin produksi, atau sebaliknya.

Kekuasaan atas SDM Berkeahlian, Terlatih dan Profesional. Wilayah kekuasaan ini juga sangat menentukan dan mempengaruhi bidang-bidang kekuasaan lain. Seorang pengusaha tidak mungkin memonopoli seluruh operator kekuasaan SDA, finansial dan mesin-mesin produksinya. Semua bidang itu amat bergantung pada operator-operator yang berkeahlian. Pengusaha sebagai pemilik hanya berkuasa dalam mengganti, memindahkan dan mengeluarkan operator-operatornya. Tapi tidak mampu mengambil semua fungsi yang dilakukan oleh setiap operator tersebut.

Ketika SDM-SDM berkeahlian ini bersatu dan menyadari kekuasaannya dalam interaksi antar kekuasaan tersebut, maka kekuatan bargaining mereka dapat menjelma sebagai kekuatan yang tidak dapat diremehkan, kalau bukan menentukan. Masalahnya, SDM-SDM berkeahlian semacam ini, memiliki sifat individual ketimbang komunal sebagaimana halnya buruh-buruh level bawah.

Walhasil keenam variable kekuasaan ini, yaitu Massa – SDA – Negara (Birokrasi, Hak Perizinan & Keamanan plus pertahanan) – Finansial atau Kapital- Mesin Produksi (Pabrik-pabrik) – Tenaga Profesional, sebenarnya saling bersaing dan berinteraksi dalam rangka meraih kekuasaan yang lebih besar dan luas atas masyarakat dan negara.

Masing-masing “variable” kekuasaan tersebut, sepertinya didominasi oleh latar belakang dan afinitas yang mudah diidentifikasi. Kalau boleh direduksi, tiga dari “variable” kekuasaan tersebut, didominasi oleh non pribumi. Sedangkan tiga “variable” berikutnya, didominasi oleh pribumi. Kenapa bisa begitu? Itulah pekerjaan rumah berikutnya.

Bhre Wira, penulis yang suka bidang ekonomi politik. Dapatkan bukunya, Indo Amnesia.

Facebook Comments Box