Terkait Bocornya Percakapan Kiai Ma’ruf dengan SBY, Benarkah Lembaga BIN dan Polri Memberi Informasi pada Ahok Cs?
JAKARTA, Lintasparlemen.com – Ketua Dewan Pertimbangan MUI Prof Din Syamuddin menilai bahwa tersangka Penista Agama Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok bersama Tim Pengacaranya perlu mengklarifikasi “tuduhan mereka” terhadap Ketua Umum MUI KH Ma’ruf Amin menerima telepon dari mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Menurut Din, “tuduhan” yang bernada sarkastik tersbut sangat menghina Kiai Ma’ruf dan jajaran MUI di seluruh Tanah Air. Ia juga menilai bahwa pada sidang Kiai Ma’ruf jadi saksi terlalu memakan waktu panjang nan melelahkan.
“Sebenarnya, peradilan yang meminta kesaksian Ketua Umum MUI (Kiai Ma’ruf) pada persidangan Ahok sebagai tersangka penista agama dinilai tidak manusiawi karena berlangsung lama sekali (sekitar tujuh jam), berbeda dengan perlakuan atas saksi-saksi lain yang hanya satu sampai dua jam,” kata Din seperti keterangan tertulisnya, Jakarta, Rabu (1/2/2017).
“Padahal KH Ma’ruf Amin kan sudah tua. Lagi pula pertanyaan-pertanyaan pengacara Ahok ber-belit-belit dan menyinggung urusan pribadi. Saksi yang hadir kan sebagai Ketua Umum MUI yang seharusnya difokuskan pada permintaan klarifikasi Pendapat Keagamaan MUI tentang Penistaan Agama oleh Basuki Tjahaja Purnama, bukan mutar-mutar pada hal yangg tidak relevan,” sambungnya.
Untuk itu, terang Ketum PP Muhammadiyah dua periode ini, meminta untuk menghindari reaksi dari umat Islam yang cinta MUI dan juga jamaah NU, mengingat KH Ma’ruf Amin adalah juga Rois Am Syuriah NU. Maka Ahok dan tim pengacaranya perlu mengklarifikasi apa yang disampaikan pada pesidan, termasuk meminta maaf kepada Kiai Ma’ruf.
“Dengan adanya percakapan tersebut, menurut pemberitaan televisi sangat diyakini kebenarannya oleh Ahok dan Tim Pengacaranya. Itu menunjukkan bahwa mereka tahu atau memiliki pengetahuan tentang kejadian itu. Ini berpotensial membawa masalah hukum bagi Ahok sendiri. Pertanyaan yang harus mereka jawab, dari mana dia tahu adanya percakapan telepon tersebut,” paparnya.
“Karena dia meyakini ada (penyadapan), maka berarti dia atau timnya patut diduga melakukan penyadapan secara ilegal. Kalau pegetahuan dan keyakinannya bersumber dari badan resmi negara, semisal BIN atau Mabes Polri, maka dapat dianggap adanya pembocoran rahasia negara, atau adanya kesan bahwa lembaga-lembaga negara itu ikut campur dalam proses hukum dan atau proses Pilkada untuk memenangkan calon gubernur tertentu. Kalau ini benar adanya, maka itu merupakan pencideraan demokrasi dan proses peradilan terhadap Ahok akan dinilai tidak adil dan tidak berkeadilan.”
Oleh karena itu, Din berharap, semua pihak perlu memberi klarifikasi. Sementara umat Islam pintanya, dapat mengendalikan diri untuk tidak bereaksi berlebihan. “Marilah kita kawal proses pengadilan Ahok secara seksama agar tidak mengabaikan nilai-nilai keadilan dan rasa keadilan masyarakat,” pungkasnya.