BPJS Kesehatan: Kita Pastikan Peserta BPJS Kesehatan Terlayani dengan Baik
Kepala Humas BPJS Kesehatan Irfan Humaidi mengatakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) sebagai penyelenggara program Jaminan Kesehatan Nasional, pihaknya terus berbenah sesuai amanat UU Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Menurut Irfan BPJS Kesehatan terus melakukan upaya pembenahan untuk mencapai tujuan utama ke depan, yakni; pertama adalah sustainabilitas financial atau keberlangsungan financial. Kedua, Customer Satisfaction atau kepuasan peserta. Ketiga, menuju cakupan semesta atau universal health coverage. Hal ini terus dikembangkan agar dapat melayani seluruh pemeliharaan kesehatan masyarakat Indonesia.
BPJS Kesehatan, kata Irfan, juga memiliki tiga prinsip yang dijalaninya, yaitu; Revenue Collection (pengumpulan pendapatan). Fungsi ini bertujuan untuk memastikan ketersediaan sumber dana pelayanan kesehatan. Risk Pooling (pengumpulan Risiko), fungsi ini bertujuan untuk memastikan adanya subsidi silang antar peserta. Dan Purchasing (Pembelian), ini bertujuan untuk memastikan tersedianya pola dan besarnya pembayaran bagi fasilitas kesehatan.
Seperti Amanat Undang-undang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial memberikan kewenangan kepada BPJS membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai besaran pembayaran fasilitas kesehatan yang mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh Pemerintah.
Pembayaran yang dilakukan kepada fasilitas kesehatan salah satunya berupa dana kapitasi. Keberadaan dana kapitasi sangat penting untuk kegiatan operasional pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, dana kapitasi perlu dikelola dan dimanfaatkan dengan sebaik agar tujuan dari penyelenggaran Jaminan Sosial bisa tecapai secara maksimal.
Sementara dalam Peraturan Menkes nomor 19 tahun 2014 tentang penggunaan dana kapitasi dan Surat Edaran (SE) MENDAGRI nomor 900/2280/SJ tentang Petunjuk Teknis (Juknis) Penganggaran, Pelaksanaan dan Penatausahaan, serta Pertanggungjawaban Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama dimiliki Pemerintah Daerah (Pemda).
“Karena seperti ini, kita bayar ke bendahara kapitasi puskesmas. Nah tata kelolanya itu kan dia yang bagian dari Pemda. Makanya ada aturan dari SE (surat edaran) Mendagri, itu khusus buat puskesmas. Karena kapitasi bukan hanya puskesmas. Kalau kapitasi untuk yang klinik, ya kan kita bayarkan langsung ke klinik. Sementara tata kelolanya dia sendiri. Dari sisi kita ada penerapan kapitasi berbasis komitmen (KBK),” jelas Irfan.
Untuk mengetahui lebih lanjut terkait Tata Kelola Dana Kapitasi pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama hingga Kapitasi Berbasis Komitmen. Berikut petikan wawancara eksklusif Majalah Keuangan Negara dengan Kepala Humas BPJS Kesehatan, Irfan Humaidi, di kantornya, Jumat 20 Januari 2017 lalu.
Bagaimana BPJS Kesehatan bisa memainkan perannya dalam menjalankan program JKN (Jaminan Kesehatan Nasional)?
Sesuai peraturan yang berlaku khususnya undang-undang tentang BPJS ada tugas, fungsi, dan wewenangnya dari BPJS Kesehatan. Kalau berdasarkan UU, BPJS itu bertugas menyelenggarakan program jaminan kesehatan.
Mengenai perannya sangat dominan, karena sebagai badan penyelenggara. JKN adalah programnya, sedangkan BPJS Kesehatan adalah penyelenggaranya. Penyelenggaraan itu ada tiga prinsip dalam pengelolaannya yaitu, Risk Pooling (pengumpulan Risiko), revenue collection (pengumpulan pendapatan), dan Purchasing (Pembelian).
Kalau revenue collection berarti mengelola mulai dari pendaftaran hingga collection iuran. Purchasing mulai dari menyiapkan untuk kerjasama dengan Faskes (Fasilitas Kesehatan) baik tingkat pertama maupun tingkat lanjutan. Sementara sehubungan dengan jaringan, aplikasi, infrastruktur, dan IT semuanya untuk pelayanan.
Kemudian untuk pelayanan di Faskes, kita siapkan bentuk kerjasamanya. Faskes tingkat pertama sekarang lebih dari Rp 26 ribu lebih lah, lalu sistemnya juga. Sistem IT-nya kita harus pastikan terhubung online seluruh Indonesia agar peserta yang datang bukan yang ingin menyalahgunakan data terdaftar. Kita ingin sesuai dengan haknya, lalu juga memastikan pembayarannya.
Kita juga siapkan jaringan-jaringan perbankan, pembayaran, aplikasi dan IT-nya. Itu semua pihak BPJS Kesehatan yang menyiapkannya. Risk Pooling juga sama, konsep-konsep untuk bagaimana kendali mutu dan kendali biaya. Jadi perannya dari A hingga Z, yang menyelenggarakan ya BPJS Kesehatan.
Nah, peran pemerintah itu hanya menyiapkan regulasi dan sebagainya. Sehingga BPJS Kesehatan menerjemahkan peraturan yang ada dalam bentuk operasional. Contoh, penyesuaian iuran. Begitu penyesuaian iuran maka seluruh pengelolaan seperti aplikasi semua harus disiapkan dan sosialisasi harus diberikan. Termasuk informasi kepada masyarakat harus disampaikan.
Lalu perubahan tarif, aplikasi disiapkan pihak Kementerian Kesehatan. Tapi aplikasi di rumah sakit kita juga yang siapkan, termasuk sosialisasi disiapkan dan komunikasi dengan rumah sakit disiapkan. Jadi boleh dibilang kalau perannya kita sebagai penyelenggara the only one, kecuali regulasi tadi.
Bagaimana dengan tata kelola BPJS Kesehatan di Indonesia baik dari segi pelayanan maupun iuran?
Karena kita mengelola jaminan kesehatan untuk melayani kebutuhan kesehatan seluruh rakyat Indonesia. Maka kita membuka cabang, membuka titik pelayanan di seluruh Indonesia sesuai kebutuhan rakyat. Kita ekspansi terus. Cabangnya terus bertambah, lalu pelayanan operasional di tingkat kabupaten/kota juga makin baik.
Namun, pelaksanaan dari itu semua komandonya tetap dari pusat. Kita punya 13 job desk regional, 127 cabang, lebih dari 350 di kabupaten/kota, ada layanan office juga di kantor-kantor industri. Lalu ada petugas kita juga di BPJS Kesehatan Center.
Itu semua tentu ada masing-masing penanggungjawabnya yang tetap reportnya ke pusat. Sehingga sistem itu harus memastikan mulai dari pendaftaran, pembayaran iuran, pelayanan kesehatan, klaim dari rumah sakit, semua kita atur berdasarkan territorial.
Bagaimana BPJS Kesehatan bisa memastikan pelayanan tetap tersedia untuk masyarakat Merauke yang jauh di sana?
Untuk memastikan peserta bisa dapat pelayanan kesehatan di Merauke. Maka kita buka cabang di sana. Artinya, orang Marauke bisa mendaftar di sana. Untuk mendapatkan pelayanan di Faskes, maka cabang itu bisa memastikan kerjasama dengan puskesmas, kerjasama dengan klinik, kerjasama dengan dokter-dokter perorangan, kerjasama dengan dinas kesehatan, kerjasama dengan rumah sakit.
Jadi semua kita lihat, kita petakan persoalannya, mana yang dibutuhkan. Bahkan jika ada kabupaten atau cabang membutuhkan sekian jam dari Merauke, kita lihat. Jika memang membutuhkan titik baru, ya kita buka cabang lagi. Di situlah perwakilan kita untuk memastikan bahwa peserta layanan KIS dapat pelayanan.
Selama perjalan sistem Jaminan Kesehatan Nasional dipegang oleh BPJS Kesehatan, pernahkah mengalami gagal klaim?
Selama sesuai dengan indikasi medis, sesuai prosedur, tidak naik kelas, dan sudah bayar iuran, dia pasti mendapat pelayanan dari kami. Tinggal case-nya bagaimana. Saya rasa kalau ada informasi yang seperti itu (penolakan peserta di rumah sakit) alangkah baiknya spesifik, tidak mengeneralisir.
Kalau men-generalisir, bisa pertanyaannya dibalik, hari ini berapa pasien di RSCM, ada sekian ribu, dari sekian ribu berapa orang yang dijamin oleh BPJS Kesehatan, ada sekian ratus atau sekian ribu?
Melihat persoalan ini, jangan hanya dilihat secara satu sisi, Parsial. Bisa saja ada datang ingin klaim untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, tapi dia tidak menjalani prosesnya sesuai dengan prosedur, maka tidak terlayani pada saat itu. Atau dia datang sudah sesuai prosedur, tapi di RSCM sudah ribuan atau ratusan pasien yang dilayani rawat inap, penuh benaran. Sehingga dia tidak bisa terlayani.
Jadi kalau ada hal seperti itu, kami sangat terbuka, misalnya ada penolakan, lihat dulu apakah dia sudah sesuai prosedur, tidak sesuai indikasi medis dia langsung ke rumah sakit. Atau dia belum bayar iuran sudah nunggak sekian banyak, macam-macam masalanya. Nah, itu kan kasuistik bukan generalistik.
Jadi kita akan lihat terlebih dahulu dan kami juga sangat terbuka kalau ada masukan seperti itu, gagal klaim. Dan laporannya segera kami tindaklanjuti. Apakah oknum, atau apakah karena pesertanya, atau karena oknum dari Faskes, atau dari kebijakan manajemen dari Faskes. Nanti kita lihat di mana persoalan seaungguhnya sehingga gagal klaim.
Bagaimana strategi BPJS Kesehatan dalam memenuhi target BPJS Semesta 2019?
Jadi ada tiga wildly important goals, tujuan utamanya dari tiga itu untuk mencapai target kita di 2017. Pertama adalah sustainabilitas financial atau keberlangsungan financial. Kedua, Customer Satisfaction atau kepuasan peserta.
Yang ketiga, menuju cakupan semesta atau universal health coverage. Memang banyak hal yang kita lakukan sebagai langkah strategi. Kan segmennya macem-macem, ada PBPU, ada PPU, dan sebagainya.
Jadi, perluasan peserta itu ya kita kerjasama dengan Kemendagri, misalnya untuk Jamkesda, itu kan untuk mempercepat. Dan kerjasama terkait NIK. Kemudian kerjasama dengan Kemenaker terkait kepatuhan pekerja penerima upah. Kerjasama dengan BPJS Ketenagakerjaan.
Kerjasama dengan Pemda masing-masing daerah untuk Disnakertrans, juga untuk pendaftaran dipermudah, misalnya dengan website. Kemudian dengan BPTSP (Badan Perizinan Terpadu Satu Pintu) di Pemda. Banyak sekali yang kita lakukan kerjasama untuk meningkatkan cakupan peserta.
Dalam 3 tahun ini kan sudah 172,6 juta jiwa sudah terdaftar. Ya perlu peran media juga untuk mencapai usaha coverage, karena membangun kesadaran itu tidak mudah. Membangun kesadaran masyarakat untuk memiliki jaminan kesehatan perlu kerjasama seluruh pihak, termasuk dari kawan-kawan media.
Bagaimana pembinaan BPJS Kesehatan mengenai tata kelola dana kapitasi mulai dari perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan penatausahaan, penanggungjawaban, hingga pengawasan?
Kalau itu jawabannya ada di Surat Edaran (SE) Mendagri nomor 900/2280/SJ tanggal 5 Mei 2014. Itu justru juknisnya (petunjuk teknis). Juknis bagaimana menganggarkan, bagaimana melaksanakan, bagaimana penatausahaan, pertanggungjawaban, hingga pengawasan. Karena ini kita bayar ke bendahara kapitasi puskesmas. Nah tata kelolanya itu kan dia, bagian dari Pemda.
Makanya ada aturan dari SE Mendagri, itu khusus puskesmas. Karena soal kapitasi kan bukan hanya di puskesmas. Nah, kalau kapitasi untuk yang klinik, ya kan kita bayarkan langsung ke klinik dan tata kelolanya dia sendiri yang urus.
Namun dari sisi penerapan kapitasi berbasis komitmen (KBK), kita yang urua. Itu ada juga aturannya di Peraturan BPJS nomor 2 tahun 2015. Itu untuk memastikan bahwa pelayanan di FKTP itu memberikan pelayanan yang terbaik sesuai ketentuan. Ada parameter lengkapnya di situ.
Artinya, di situlah pengawasan atau tata kelola bagaimana pemanfaatan kapitasi yang telah diberikan lalu dikelola dengan baik. Dia juga nanti ada reward and punishment terkait dengan pengelolaan, semua itu ada standarnya. Puskesmas kan dia bagian dari keuangan daerah, jadi penatalaksanaanya ditetapkan oleh Mendagri lewat surat edaran tadi.
Jadi BPJS Kesehatan bayar setiap bulan, setelah itu yang melaksanakannya mereka (FKTP), bagaimana membaginya, bagaimana buat ditaruh di Pemda jadi PAD kah, lalu bagaimana untuk tenaga medis dan non medisnya, biaya operasionalnya, itu diatur semua. Satu lagi diatur di Peraturan Kemenkes nomor 19 tahun 2014 tentang penggunaan dana kapitasi. Itu diatur juga secara lengkap di situ.
Bagaimana Anda mengelola dan memanfaatkan dana kapitasi selama ini?
Itu kan diatur oleh mereka (FKTP), paling tidak kan untuk jasa medis, untuk pembelian obat, untuk operasional puskesmas, alat kesehatan, dan sebagainya. Kalau soal kapitasi itu kan kita berikan fix setiap bulan sesuai dengan peserta terdaftar. Kalau puskesmas normal kapitasinya Rp 6.000, pesertanya 10.000 orang. Berarti kita kasih mereka Rp 60 juta.
Itulah dana yang akan dikelola oleh mereka. Beli obat dan sebagainya. Itu diaturnya di Permenkes dan SE Mendagri tadi. Wilayah kita tidak sampai ke situ, wilayah kita adalah memastikan apakah peserta JKN KIS yang terdaftar di situ dilayani dengan baik atau tidak. Kepentingan kita di situ.
Apakah puskesmas itu menangani seluruh diagnosa yang harusnya dilayani? Bagaimana rujukan non spesialistiknya, banyak tidak ke rumah sakit?
Kalau banyak ya kita akan kembali pada KBK (kapitasi berbasis komitmen). Kita pastikan di situ. Namun untuk pengawasan dari dana kapitasi yang telah diberikan oleh BPJS ke FKTP secara langsung itu dilakukan oleh pemda, bukan wewenang BPJS Kesehatan.
Dalam prosesnya, apakah ada kendala tata kelola dana kapitasi tersebut?
Selama ini bagus-bagus saja. Mungkin memang challengenya adalah rasionya. Misalnya yang terdaftar di situ terlalu banyak, sehingga waktu antrinya lebih lama atau jumlah dokternya yang terbatas. Nanti kan kita mapping, penduduknya lebih banyak di sini tapi Faskesnya terbatas ya kita bagi nanti ada klinik dan sebagainya.
Nah di situlah peran BPJS Kesehatan. Yang sudah ada juga kita mapping nanti yang orang baru daftar juga akan kita lihat, kalau di Faskes sini sudah terlalu banyak nanti diarahkan ke Faskes lain.
Kita juga meminta ke Faskes yang sudah ada, ‘anda terdaftar sekian tapi dokternya kurang, harus ditambah dokternya’. Memberikan saran dan rekomendasi itu bagian dari monitoring evaluasi, termasuk KBK tadi. (Frans)