‘Pancasila Sepenuhnya jadi Pedoman Hidup Bangsa Indonesia’

 ‘Pancasila Sepenuhnya jadi Pedoman Hidup Bangsa Indonesia’

JAKARTA, Lintasarta menjadi.com – Tokoh Aktivis dan mantan Ketua Umum Partai Bintang Reformasi Bursa Zarnubi sepakat bila sebagai sumber segala sumber hukum di Indonesia, Pancasila belum sepenuhnya dijadikan pedoman nilai untuk mengatur kehidupan berbangsa di Indonesia.

Hal itu disampaikan dalam Diskusi bertema “Gerakan Intoleransi: Refleksi Fundamentalisme atau Pragmatisme oleh Rumah Gerakan 98 di Gedung Sere Manis, Lantai 3, Jumat malam (3/2/2017) lalu.

Menurut Bursah, gejolak di dalam negeri jelang dan saat pelaksanaan Pilkada DKI berupa Aksi Bela Islam I, II, III, membuktikan adanya mekanisme demokrasi yang macet.

“Ini menunjukkan karena partai-partai politik tidak mampu menyerap aspirasi yang ada. Apa yang dilakukan Habib Rizieq sebenarnya karena rasa kecewa,” kata Bursah.

Dalam situasi seperti itu, kata Bursa semestinya ormas Islam membuat katalisatornya untuk menyerap aspirasi rakyat.

“NU dan Muhammadiyah harusnya mengajak dialog. Kenyataannya tidak. Akhirnya yang terjadi adalah kumpul-kumpul, lalu mereka menyatu membuat aksi bersama. Itulah fenomena populisme,” terang Bursah.

Habib Rizieq kecewa, kata Bursa, karena keinginannya untuk bertemu dan berdialog dengan Presiden Joko Widodo pupus.

“Saya mengapresiasi cara Kapolri Jenderal Tito Karnavian dalam menangani Aksi Bela Islam. Beliau berkeliling untuk berdialog dengan para ulama. Jadi cara-cara silaturakhim itu baik, berdialog itu baik. Itu mencerminkan tradisi budaya ber-Pancasila,” ungkap Bursah Zarnubi.

Bursah menilai, melalui silaturahmi dan dialog pula para pendiri bangsa berhasil mendapat titik temu saat menghadapi perbedaan pendapat dalam menyikapi rumusan Pancasila awal. Akhirnya Pancasila resmi disahkan dalam Pembukaan UUD 1945 tanggal 18 Agustus 1945.

“Semua konsensus nasional dari mulai Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, dan perumusan Pancasila, menghadapi tantangan kebangsaan. Bahkan sidang Konstituante pada masa Demokrasi Parlementer merupakan tantangan terberat sepanjang sejarah terhadap kelangsungan konsensus negara bangsa, juga telah berhasil diatasi,” jelas aktivis pergerakan lintas generasi ini.

“Saya setuju dengan platform Rumah Gerakan 98, bahwa menjaga kelangsungan konsensus negara bangsa dilakukan dengan gerakan Merawat Kebangsaan,” ujarnya

“Tapi para aktivis Rumah Gerakan 98 harus mengawal dan terlibat langsung dalam menentukan keputusan-keputusan politiknya, bukan di luaran, karena sudah bukan masanya menjadi penonton,” pungkas Bursah. (Asbit)

Facebook Comments Box