Pilgub DKI Putaran II harus Lebih Baik!
Oleh: Danick Danoko*
Pilkada DKI Jakarta berlangsung dua putaran. Putran I berjalan sesuai harapan, berlangung umum, bebas, aman, dan damai. Menariknya, tingkat partisipasi masyarakat tinggi.
Yang perlu disyukuri, semua proses pemungutan suara berjalan kondusif, sangat dinamis meski ada sedikit riak-riak yang terjadi menyebakan gesekan.
Namun secara keseluruhan, Pilgub DKI ini berjalan lancar tanpa ceceran darah dan korban. Meski ke depannya, KPU DKI perlu membenahi sejumlah permasalahan yang masih perhatian masyarakat seperti banyaknya warga kehilangan suaranya.
Partisipasi pemilih pilkada DKI alami pelonjakan pemilih yang cukup drastis, di atas Pilkada 2012 dan Pilpres/pileg.
Apakah pilkada DKI 2017 berjalan demokratis dan fair. Kelihatannya secara umum bisa dikatakan demikian.
Di berbagai tempat ada laporan praktik kecurangan tapi kelihatannya tidak masif, sistematis dan terstruktur.
Soal adanya dugaan kecurangan IT, tidak mungkin terjadi. Karena sistem di KPU tetap dilakukan secara manual.
Karena itu ocehan Antasari bahwa dia selidiki IT KPU itu cuma gambaran dia tak mengerti dan bohong. Sistem kita manual.
Dimana potensi kecurangan? Yang konvensional adalah cara Orde baru, gelembungkan suara dg dicoblos sendiri lebih awal.
Apakah pilkada DKI 2017 ada kecurangan konvensional ala Orde baru, sampai hari ini belum ditemukan. Ada dua dugaan kecurangan yang KPU harus jelaskan, penggunaan surat pindah formulir A6 dan penggunaan E KTP yg sudah jadi isu.
KPU ubah aturan A5 2 minggu sebelum pilkada. Dari harus berasal KPU kota/kabupaten asal diubah jadi kewenangan KPPS.
Sementara ditemukannya KTP dari kamboja juga membuat publik bertanya karena isu penggunaan E KTP sdh jadi buah bibir.
Untuk itu, urgent KPU harus jelaskan berapa penggunaan formulir A5 dan penggunaan E KTP saat pilkada DKI di tengah naiknya partisipasi.
Apakah penggunaan A5 dan E KTP masih dalam batas wajar atau tidak lazim akan terlihat dari data yg dimiliki KPU.
Kalau penggunaan formulir A5 dan penggunaan E KTP jumlahnya besar, misalnya di atas 500 ribu, itu tidak lazim.
Apakah pilkada DKI kita simpulkan fair, maka KPU harus jelaskan data penggunaan formulir A5 dan E KTP secepatnya. Masyarakat menunggu.
Terkait evaluasi Pilkada DKI, Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta melakukan evaluasi terhadap penyelenggara pemilu di lapangan, terkait permasalahan penyediaan logistik dan daftar pemilih tepat (DPR).
Ketua KPU DKI Sumarno mencontohkan, evaluasi soal penyelenggara pemilu di lapangan. Ada perbedaan pemahaman terkait petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang menyebabkan warga tidak dapat menggunakan hak suaranya.
Petugas KPPS mengira warga yang tidak membawa form C6 baru bole mencoblos di pukul 12.00-13.00 WIB. Padahal, mereka bisa mencoblos sejak pukul 07.00 WIB. Sebab, form C6 itu berupa undangan sebagai surat pemberitahuan tempat memilih.
Persoalan lainnya, ada warga juga membawa KTP atau Kartu Keluarga (KK) tak diperbolehkan menggunakan hak pilih. Mereka tidak bisa memberikan suara karena tak bisa masuk daftar pemilih tambahan.
itu artinya, petugas KPPS ini pada Pilkada DKI Putara II harus dibenahi peningkatan kualitas sumber daya manusia alias SDM-nya.
Masalah lain yang hingga kini berlum diselesaikan, petugas KPU DKI kesulitan mendata warga tinggal di apartemen, permukiman-permukiman elit, dan kawasan-kawasan penggusuran. Hal tersebut akhirnya berdampak pada ketersediaan logistik saat pemilihan di TPS.
Penulis: Wakil Ketua Bidang OKK Pemersatu Bangsa