Kenapa Media Itu Terlihat ‘Istimewa’?

 Kenapa Media Itu Terlihat ‘Istimewa’?

Exrcutive Director SMCE Rouf Qusyairi

JAKARTA, Lintasparlemen.com – Exrcutive Director SMCE Rouf Qusyairi mengatakan, media memiliki peran untuk memenuhi hak masyarakat dalam menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi di Indonesia. Ia menilai, peran media selama ikut mendorong terwujudnya supremasi hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM).
“Bukan itu saja, media juga ikut menjaga dan  menghormati kebhinekaan di tengah mengabarkan informasi yang tepat, akurat dalam melakukan pengawasan, kritik, dan koreksi sosial,” kata Rouf pada lintasparlemen di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Kamis (23/02/2017).
Menurutnya, Literasi media kemampuan memahami, menganalisis, dan merekonstruksi pencitraan media. Kemampuan media ini ditujukan agar pemirsa sebagai konsumen termasuk anak-anak menjadi sadar tentang cara media merekontruksi isu.
“Literasi media muncul dan mulai sering dibicarakan karena media seringkali dianggap sumber kebenaran. Pada sisi lain, tidak banyak yang tahu bahwa media memiliki kekuasaan secara intelektual di tengah publik. Dan media menjadi medium bagi pihak yang berkepentingan untuk menopoli informasi yang tidak jarang merugikan pihak lain, termasuk merugikan negara,” jelas Rouf.
“Belakangan, di Indonesia atas nama kebebasan, berbagai portal berita online banyak bermunculan dengan menjalankan layaknya media massa. Sayangnya, media itu banyak berisikan berita-berita bohong (hoax) dan fitnah. Itu jelas-jelas tidak memenuhi standard dan kaidah jurnalistik,” sambungnya.
Sesuai data dari Dewan Pers, jumlah media massa online di Indonesia mencapai 43.400. Namun hanya sekitar 234 yang memenuhi syarat dan terdaftar di Dewan Pers, selebihnya bisa dikatakan media abal-abal.
Sayangnya, lanjutnya, media belakangan ini banyak dijadikan rujukan dan sumber informasi oleh masyarakat melalui jejaring media sosial. Sementara media mainstream yang jeias-jeias sesuai dengan ketentuan UU Pers dan kaidah jurnalistik malah ditinggalkan.
Ia menilai, saat ini ruang gerak media “abai-abal” melakukan publikasi akhir-akhir ini sangat bebas bahkan dijadikan sebagai ladang subur untuk melakukan propaganda terhadap penyebaran berbagai ideologi radikal, separatisme, dan juga bangkitnya isu komunisme di Indonesia.
“Ini nampak terlihat manakala kita mengikuti berbagai arus media percakapan di jejaring media sosial yang belakangan dapat tarekam secara massif baik melaiui facebook, twitter, instragram, whastapp dan media online lainnya,” ujarnya.
Rouf menyampaikan, demi menangkal propaganda paham yang bertentangan dengan ideologi pancasila, maka perlu memanfaatkan kebebasan pers saat ini. Melalui momentum HUT Pers Nasionai tiap tahunnya akan mendorong insan pers mengoptimalkan melakukan literasi media.
“Seharusnya peran media ikut mensukseskan kepentingan nasionai serta menyelamatkan masyarakat dari berbagai berita hoax yang basis propaganda paham radikal, separatisme termasuk komunisme yang pada akhirnya menghancurkan keutuhan NKRI,” pungkasnya. (Johan Bahdi Putra)
Facebook Comments Box