‘Jumlah Kendaraan Pribadi Tak Sebanding dengan Angkutan Umum’
JAKARTA, Lintasparlemen.com – Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio menilai, jumlah kendaraan pribadi tidak sebanding dengan jumlah angkutan umum dan fasiltas jalan raya di perkotaan.
“Permasalahan umum perkotaan karena ketidak harmonisan antara legislatif dan eksekutif serta tumbuhnya angka kelahiran manusia yang cukup tinggi. Hampir semua pemerintah daerah Indonesia berpikir sporadis dan populis demi posisi politik bukan demi kelancaran pergerakan manusia sehari-hari,” ujar Agus saat diskusi di gedung Dewa Pres, Jakarta (27/2/2017) kemarin.
Menurut Agus, transportasi massal di Indonesia mandul terjadi korupsi pelayanan transportasi masal sehingga konektifitas yang baik murah dan aman tidak terjadi. Makin banyak rute dan jenis kendaraan umum, maka akan semakin banyak izin yang harus dikeluarkan.
Itu terjadi, lanjut Agus, karena tidak tegas pemerintah daerah dalam menerapkan UU Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang membuat pergerakan manusia yang menjadi konsumen angkutan umum tidak bisa di fasilitas dengan baik.
“Pembangunan awal proyek LRT yang diusung adhi dan konsorsium BUMN disetujui oleh pemprov DKI untuk meneruskan proyek monorel yang saat itu gagal untuk kesekian kalinya. Trase yang disetujui Dukuh Atas-Cawang Bekasi dan Dukuh Atas Cawang Bogor sampai hari ini belum beres dan berpotensi mangkrak.
‘Sumber dana dari APBN masih belum final diputuskan beberapa jumlahnya, hanya saja dua triliun tersedia untuk digunakan tahun ini. Secara administrasi keuangan, sumber dana yang yang digunakan belum jelas. Kalaupun dengan APBN juga belum dianggarkan supaya LRT selesai sekitar juli 2018 saat terselenggara Asian Games 2018,” jelasnya.
Selain itu, Agus juga mengingatkan pemerintah akan dampak buruk reklamasi terhadap Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Muara Karang.
Seperti diwartakan, PLN sudah mengingatkan Pemda DKI sejak 2012 soal dampak buruk reklamasi terhadap keadaan PLTU/PLTGU Muara Karang yang berkapasitas 1.684 MW.
Di mana Proyek reklamasi di kawasan pantai Jakarta disebut PLN dapat mengganggu sirkulasi yang menghambat proses pendinginan pembangkit listrik di Muara Karang.
“Concern saya itu pada PLN, di mana ada 40% listrik kita dari Muara Karang. Kan dia (PLN) protes pendinginnya. Dan, kalau sirkulasi air jadi mandek dan panas, nah jadi repot jadi harus dipecahkan dulu. Masih banyak pekerjaan rumahnya (PR),” pungkasnya. (Johan Bahdi Putra)