Pilih Pemimpin non Muslim Itu Wilayah Fiqhiyah Ijtihadiyah bukan Qoth’iyah

 Pilih Pemimpin non Muslim Itu Wilayah Fiqhiyah Ijtihadiyah bukan Qoth’iyah

Oleh: M. ImaduddinWakil Sekretaris Lembaga Dakwah (LD) PBNU 

______________________________________________

Agama merupakan nilai-nilai universal, turun ke dunia menjadi doktrin, ketika bertemu dengan politik maka menjadi komoditas.

(KH Sa’id Aqil Siradj)

 Saat ini, agama dengan mudahnya diperjualbelikan untuk tujuan politik oleh pengasongnya. Contohnya adalah mudahnya meluncur kafir, sesat, munafik kepada calon tertentu yang tidak mereka kehendaki.

Munafik atau tidaknya seseorang bukanlah manusia yang memutuskan, tetapi hanya Allah yang tahu. Dalam konteks turunnya ayat bahwa Nabi Muhammad SAW dilarang men-shalati jenazah munafik, itu adalah atas informasi dari Allah yang membukanya.

Nifaq adalah soal hati, dan hanya Allah yang mengetahui isi hati seseorang. Jadi, jangan coba2 menjadi Tuhan dengan mudahnya memvonis seorang muslim.

Selama orang itu bersyahadat dan mengakui rukun Islam dan rukun iman, maka kita hukumi dia sebagai muslim, lepas apapun pilihan politiknya.

Hal ini berpedoman pada Imam Syafi’i yang mengatakan “Kami menghukumi lahiriahnya, sedangkan batiniah nya hanya Allah yang mengetahui.”

Terkait kepemimpinan non-muslim menurut saya, persoalan ini adalah wilayah fiqhiyah-ijtihadiyah (normatif-debatable), bukan qoth’iyah.

Artinya, dalam persoalan ijtihadiyah kita tidak boleh memvonis pendapat yg berseberangan dgn vonis munafik, sesat, apalagi kafir.

Facebook Comments Box