Pemerintahan Jokowi-JK Manipulasi Angka Produksi Pangan dan Pertanian
Jakarta, LintasParlemen.com–Presiden Negarawan Centre, Johan O Silalahi menyatakan jika pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla telah merekayasa dan memanipulasi angka-angka produksi pangan dan pertanian.
Menurutnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wapres Jusuf Kalla (JK) harus bertanggung jawab atas rekayasa data statistika palsu dan manipulasi (mark up) terkait angka-angka produksi pangan dan pertanian Indonesia, seperti produksi beras, jagung, gula, dan sektor pertanian lainnya
“Presiden Jokowi dan Wapres JK harus mengusut dan menghukum siapapun pembantunya yang telah merusak bangsa dan negara ini dengan memanipulasi angka-angka produksi pangan,” ,” kata Johan di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Kamis (10/3/2016).
Ia mengungkapkan, apa yang dilakukan tersebut termasuk salah satu bukti perilaku amoral yang dilakukan pemerintah yang sedang berkuasa sepanjang sejarah bangsa dan negara Republik Indonesia.
“Pemerintahan Jokowi-JK akan kehilangan kepercayaan dari rakyat karena harga bahan pangan terus melambung, para mafia dan para spekulan semakin merajalela,” tuturnya.
Pada sisi yang lain, beber Johan, pendapatan masyarakat tidak meningkat, rupiah semakin terdepresiasi dimakan inflasi yang sesungguhnya sangat tinggi. Rakyat miskin semakin banyak, jurang pemisah antara yang kaya dan yang miskin semakin dalam dan lebar.
“Sangat mudah memicu emosi sumbu pendek akibat kecemburuan dan kekecewaan di kalangan rakyat miskin,” bebernya.
Selain itu, lanjut Johan, cara perhitungan angka inflasi yang selalu diumumkan oleh pemerintah juga harus direvisi. Karena faktanya nilai rupiah terus terdepresiasi sangat signifikan setiap tahun. Otomatis daya beli masyarakat juga menurun sangat drastis.
Cara perhitungan angka inflasi di Indonesia yang hanya menghitung kenaikan harga 9 bahan pokok kebutuhan hidup rakyat, ternyata telah disiasati oleh para produsen dan pelaku pasar dengan menaikkan secara luar biasa harga barang dan jasa di luar sembilan harga bahan pokok tersebut.
“Salah satu indikatornya, sejak era reformasi dipastikan seluruh Agen Tunggal Pemilik Merk (ATPM) menaikkan harga jual mobil minimal 10 persen setiap tahunnya,” jelasnya.
Sehingga, tidaklah heran jika rupiah hampir tidak ada nilainya lagi dalam 10 tahun.
“Karena setiap tahun selurut ATPM di Indonesia telah menjatuhkan nilai rupiah rata-rata sebesar 10 persen,” ungkapnya.