Politik tanpa Didasari Nilai Agama akan Membuat Manusia Menjadi Serigala…

 Politik tanpa Didasari Nilai Agama akan Membuat Manusia Menjadi Serigala…

Oleh: ZAINUT TAUHID SA’ADI, Wakil Ketua Umum MUI

Saya menduga maksud pernyataan Presiden bahwa politik dan agama harus dipisahkan adalah politik dalam arti praktis bukan politik dalam arti etis atau nilai

_____________________________________________

Memang harus dibedakan antara pilitik praktis dengan politik etis atau politik nilai. Kalau yang beliau maksudkan adalah politik praktis saya bisa memahami.

Karena politik praktis itu adalah kegiatan politik yang berorientasi hanya pada kekuasaan semata yang seringkali diwarnai dengan intrik, fitnah dan adu domba, yang terpenting tujuannya tercapai.

Kegiatan politik seperti ini memang tidak tepat jika di atas namakan agama, karena agama hanya sekedar dijadikan sebagai alat propaganda atau hanya untuk mempengaruhi massa. Sementara praktik kehidupan para politisinya sendiri jauh dari nilai-nilai agama.

Hal ini yang barangkali oleh Presiden maksudkan agar agama jangan hanya dijadikan sebagai alat komoditas politik semata.

Kalau politik etis menurut saya memang seharusnya semua kegiatan politik itu harus didasarkan pada nilai agama. Jika politik tidak didasarkan pada nilai agama yang terjadi adalah liar dan membahayakan bagi kehidupan umat manusia dan bagi kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara.

Politik tanpa didasarkan pada nilai agama akan membuat manusia menjadi serigala bagi manusia lainnya. Untuk itulah perlunya ada nilai agama yang memandunya agar kehidupan politik bisa berjalan dengan aman dan damai untuk meningkatkan kesejahteraan bagi umat manusia.

Sebagai negara Pancasila nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya harus menjadi dasar bagi pembangunan kehidupan politik di Indonesia. Yaitu nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, permusyawaratan dan keadilan. Semua nilai tersebut tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama.

Jadi menurut saya antara politik dan agama itu harus berjalan berdampingan. Bahkan Imam al-Ghazali mengatakan antara agama dan kekuasaan (politik kenegaraan) itu ibaratnya seperti bayi kembar, agama adalah pondasi, sultan atau raja adalah penjaganya, sesuatu yang tanpa pondasi akan mudah runtuh, dan sesuatu tanpa penjaga akan hilang.

Jadi tidak perlu dipertentangkan antara agama dan negara. Justru keduanya saling menguatkan dan saling mengisi.

Indonesia bukanlah negara sekuler yang memisahkan antara kehidupan negara dengan agama. Negara Indonesia adalah negara Pancasila yang menempatkan agama sebagai sumber nilai dan sumber ispirasi bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.

MUI sebagai ormas keagamaan tidak akan memasuki wilayah kegiatan politik praktis, tetapi akan mendorong dikembangkannya politik nilai atau politik kemaslahatan, yaitu politik yang dilandasi oleh nilai etika, akhlak dan moral agama untuk membangun kemaslahatan umat manusia.

Wallahu a’lam
Wassalam

Facebook Comments Box