Konflik Internal Golkar Berkepanjangan Diklaim Pemainan Kekuasaan
JAKARTA, LintasParlemen.Com – Ketua Departemen Hukum dan HAM Partai Golkar Munas Bali Djafar Ruliansyah Lubis menilai Menkumham Yassona H Laoly sudah tersudut atas permainan dagelan politiknya terhadap hukum di Indonesia.
Menurut Djafar, tak ada lagi yang bisa dia dilakukan menkumham kecuali mencabut SK Golkar dengan memperpanjang Munas Riau 2012 dan menerbitkan SK Golkar Hasil Munas Bali 2014 lalu.
Tujuannya agar Partai Golkar bisa melakukan Munaslub. Tidak seperti saat ini Partai Golkar terancam tak bisa ikut pilkada dan terkatung-katung, tidak jelas nasibnya.
“Sebab putusan hukum di pengadilan itu setara dan sejajar sama dengan UU. Sedangkan kebijakan pejabat aparatur negara itu di bawah UU. Jelas sekali terlihat bahwa hukum sudah diobok-obok demi kepentingan kekuasaan. Ini yang tidak boleh didiamkan oleh Presiden,” jelas Djafar seperti rilisnya, Jakarta, Sabtu (12/03).
Jika Menkumham, lanjutnya, tetap tak menindaklanjuti putusan kasasi MA itu maka kredibilitas pemerintahan Jokowi akan tergerus dan kehilangan kepercayaan di mata publik.
“Selanjutnya, rakyat tidak akan percaya terhadap perubahan revolusi mental dan program Nawacita yang sering diserukan rezim Jokowi. Rakyat akan melihat slogan Presiden Jokowi hanya ‘Pepesan Kosong Belaka’,” pungkasnya.
Djafar mengungkapkan, republik ini pernah mengalami era intervensi politik yang kuat dari pemerintah terhadap partai politik. Sangat disayangkan hal itu terulang kembali.
“Presiden harus menjunjung tinggi semangat reformasi jangan mendiamkan situasi politik yang tidak sehat ini. Presiden harus menindak tegas terhadap para pembantunya agar tidak indislipinier terhadap kebijakan Administrasi Negara,” bebernya.
Sesuai Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang telah diubah dengan UU Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan UU Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, yang diubah lagi dengan UU Nomor 54 Tahun 2009 tentang Perubahan UU Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan UU Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Negara. Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara dan Administrasi Negara mengharuskan setiap pejabat negara melaksanakan tindakan tata usaha negara, termasuk membuat keputusan, baik yang berisi penghapusan hak, penundaan hak atau pemenuhan hak, harus didasarkan pada UU dan asas-asas umum pemerintahan yang baik. (SCA)