Salamuddin Daeng: Pemerintahan Jokowi Diduga Susah Cari Uang
JAKARTA, Lintasparlemen – Peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia Salahmuddin Daeng mengatakan, dalam dua setengah tahun masa pemerintahan Jokowi-JK tampak begitu letih dalam mencari uang untuk menyukseskan ambisi mega proyek infrastruktur yang tengah dirancang.
Presiden, ungkap Salahmuddin, berkeluh kesah tentang upayanya mendapatkan dana investasi dari Arab Saudi tidak sesuai harapan.
Padahal, katanya, Presiden sudah rela memayungi sendiri raja Arab di bawah hujan deras. Namun investasi jauh lebih kecil dibandingkan dengan yang akan ditanam Arab Saudi di China.
“Presiden Jokowi mengharapkan begitu besar akan datangnya uang dari China dalam jumlah besar. Hingga berkali kali berkunjung ke negeri tirai bambu tersebut. Akan tetapi, faktanya hingga sekarang China tidak menunjukkan minat yang besar dalam menanamkan uangnya di Indonesia. China kelihatanya lebih sibuk menahan krisis keuangan yang tengah mengancam sektor property mereka,” jelas Salamuddin dalam keterangan persnya, Sabtu (22/4/2017).
Sekarang, ujar Salamuddin, Presiden Jokowi kembali ke Amerika Serikat sebagai sandaran. Kemarin dua hari lalu presiden merima komitmen investasi US$ 10 miliar dari negara paman Sam.
Komitmen tersebut, sambungnya, bersamaan dengan kalahnya Gubernur unggulan Jokowi dalam Pilkada DKI. Apakah komitmen itu nyata? Persyaratanya berat, sendirinya, Jokowi harus membersihkan berbagai peraturan yang menghambat investasi termasuk kewajiban menggunakan komponen lokal bagi investor asing.
Salamuddin menambahkan, Jokowi tampaknya sudah sangat letih. Tidak tau lagi arah kebijakan internasional yang akan ditempuh. Bagaimana menjadi hamba sahaya yang baik bagi investor global? Tampaknya semua jalan sudah ditempuh.
Tapi, lanjutnya, tetap saja Presiden masih kurang menghamba, sementara para pembantu Presiden sudah berkesimpulan kalau tidak menghamba maka negara bangkrut. Tiga pilar pembangunan yang menghamba pada asing itu, bebernya, adalah utang, invetasi asing dan barang impor.
“Sebetulnya jika Presiden Jokowi membuka sedikit fikirannya, Indonesia memiliki sumber keuangan sendiri untuk membangun. Asalkan cancel yang selama ini menggerogoti keuangan nasional dimatikan lebih dahulu. Cancel yang memakan keuangan negara dalam jumlah yang sangat besar sehingga presiden Jokowi tidak lagi memiliki sumber pembiayaan dalam pembangunan,” imbuhnya.
Apa itu cancel yang memakan keuangan negara tersebut, kata Salamuddin, tidak lain adalah utang BLBI. Utang yang harus dibayar selama lamanya oleh APBN Negara. Dalam 15 tahun, ungkapnya, negara harus membayar 15 ribu triliun utang BLBI, utang swasta yang ditanggung Negara.
Sekedar informasi, Salamuddin mengatakan, masih ingat seorang analis dari BPPN menyatakan “Mau skema pelunasan berapa tahun, 15, 40, 60, atau 100 tahun, semua bisa diatur,” semakin panjang bunga semakin besar.
“Tinggal genjot pajak dari rakyat yang banyak. Rakyat pasti bisa diperas dengan pajak. Sampai 100 tahun ke depan,” tandasnya. (JAY)