Kenal lebih Dekat Voorwaardelijke Ahok atas Kasus Penistaan Agama

 Kenal lebih Dekat Voorwaardelijke Ahok atas Kasus Penistaan Agama

Oleh: Nurul Amalia, SH., MH, Direktur PAHAM Jakarta

Pendapat PAHAM Jakarta terhadap pidana percobaan yang dituntut oleh JPU terhadap terdakwa penistaan agama Basuki Tjahaya Purnama (Ahok)

___________________________

Terkait tuntutan yang telah dibacakan JPU pada sidang kasus penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok yang menuntut Terdakwa dengan tuntutan satu tahun penjara dengan masa percobaan dua tahun, tuntutan itu sungguh sangat mencederai rasa keadilan masyarakat.

Dalam proses hukum terhadap perkara penodaan agama biasanya terhadap terdakwa selalu dapat dipastikan dituntut minimalnya 3 tahun, dalam perkara ini sangat disayangkan JPU hanya menggunakan Pasal 156 KUHP bukan Pasal 156 a KUHP sebagaimana dakwaannya.

Mengenai tuntutan pidana percobaan (voorwaardelijke)

Pada praktiknya pidana percobaan disamakan dengan pidana bersyarat, sehingga pidana bersyarat berkaitan dengan masa percobaan selama pidana bersyarat itu dilakukan. Yakni suatu pemidanaan dimana pidana tidak usah dijalani, kecuali jika dikemudian hari ada putusan hakim yang menentukan lain, disebabkan (salah satunya) karena si terpidana melakukan suatu tindak pidana sebelum masa percobaan yang ditentukan dalam perintah itu habis.

Kita dapat melihat ketentuan Pasal 14 huruf a KUHP, menyebutkan sebagai berikut :

Apabila hakim menjatuhkan pidana paling lama satu tahun atau pidana kurungan, tidak termasuk pidana kurungan pengganti maka dalam putusannya hakim dapat memerintahkan pula bahwa pidana tidak usah dijalani, kecuali jika di kemudian hari ada putusan hakim yang menentukan lain.

Karena si terpidana melakukan suatu tindak pidana sebelum masa percobaan yang ditentukan dalam perintah tersebut di atas habis, atau karena si terpidana selama masa percobaan tidak memenuhi syarat khusus yang mungkin ditentukan lain dalam perintah itu.

Kemudian dalam huruf b ayat 3 disebutkan bahwa masa percobaan dapat dijalankan pada saat putusan memiliki kekuatan hukum tetap (in cracht).

Dengan demikian Apabila Majelis Hakim yang memeriksa dan memutus perkara Ahok memutus sebagaimana tuntutan JPU maka Ahok tidak akan menjalankan hukuman kecuali jika kemudian hari ternyata Ahok sebelum masa percobaan berbuat peristiwa pidana kembali maka dia dapat menjalani hukumannya.

Mengutip pendapat ahli Prof Dr. Wirjono Prodjodikoro S.H. dalam bukunya “Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia” (hal. 183-184) menjelaskan mengenai pidana penghukuman bersyarat (pidana bersyarat) yang diatur dalam Pasal 14a dan seterusnya dalam KUHP, bahwa apabila seorang dihukum penjara selama-lamanya satu tahun atau kurungan.

Maka hakim dapat menentukan bahwa hukuman itu tidak dijalankan. Kecuali, kemudian ditentukan lain oleh hakim, seperti apabila si terhukum dalam tenggang waktu percobaan melakukan tindak pidana lagi atau tidak memenuhi syarat tertentu, misalnya tidak membayar ganti kerugian kepada si korban dalam waktu tertentu.

Rasanya tidak tepat untuk jenis kejahatan yang dilakukan oleh Terdakwa yang telah menimbulkan kegaduhan dan ketidaktenangan dalam masyarakat hanya dituntut dengan hukuman pidana percobaan, karena pidana percobaan seperti yang dituntut JPU terhadap terdakwa Ahok sangat tidak relevan dengan perbuatan terdakwa yang telah mmenyebabkan terganggunya ketertiban umum.

Lebih lanjut mengenai aspek tujuan dari pemidanaan bersyarat ini sebenarnya lebih ditujukan pada resosialisasi terhadap pelaku tindak pidana daripada pembalasan terhadap kejahatannya.

Sehingga sangat tidak tepat apabila Terdakwa penodaan agama yang pada faktanya telah menyebabkan terganggunya ketertiban umum hanya diberikan hukuman percobaan karena Pada praktiknya sangat mungkin penghukuman bersyarat ini sama sekali tidak dirasakan sebagai hukuman. []

 

Facebook Comments Box