Kronologi Sebenarnya Anggota DPR ‘Adu Jotos’ di Kuburan

 Kronologi Sebenarnya Anggota DPR ‘Adu Jotos’ di Kuburan

Ilustrasi (sumber. google)

JENEPONTO, Lintasparlemen.com – Perjuangan seseorang anggota DPR RI adalah konsekuensi harus dilakukan sebagai ikrar janji setelah terpilih. Hal itu dilakukan​ oleh politisi muda Dapil Sulsel I Mukhtar Tompo.

Sejak terpilih, Tompo memang dikenal Vocal memperjuangkan aspirasi konstituen, di antaranya soal bendungan Kareloe. Bahkan tak segan-segan menerima tamu di ruang kerjanya di DPR, Senayan, Jakarta.

Besar dugaan, dari situ ada yang ‘tersulut emosinya’ dari apa yang diperjuangkan Tompo. Dan besar dugaan sikap anggota DPRD Sulawesi Selatan (Sulsel) Syamsuddin Karlos karena apa yang dilakukan Tompo selama ini. Benarkah?

Memang aku jotos adalah perilaku tak terpuji yang dipertontonkan kepada wakil rakyat antara anggota DPR RI Mukhtar Tompo dan anggota DPRD Sulawesi Selatan (Sulsel) Syamsuddin Karlos saat terlibat percekcokan di areal pemakaman mantan Wakil Wali Kota Makassar Supomo Guntur, Kampung Bungloe, Desa Bontomate’ne, Kecamatan Turatea, Kabupaten Takalar.

Ingin tahu bagaimana kronologinya? Ayo kita ikut pengakuan Tompo berita ini pada Lintasparlemen.com: 

Assalamu ‘Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Hingga saat ini, saya masih diliputi suasana duka, dengan kepergian Bapak Supomo Guntur Karaeng Sewang, Paman yang juga menjadi salah satu mentor politik saya selama ini.

Melalui pernyataan ini, saya memohon maaf kepada keluarga besar saya, apabila insiden yang terjadi di sekitar lokasi pemakaman Karaeng Sewang, pada hari Minggu (23/4/2017), menambah duka lara mereka.

Sebagai ponakan, tentu saja saya tidak mungkin melakukan sesuatu yang menambah kepedihan keluarga besar Karaeng Sewang. Itulah salah satu alasan, mengapa saya harus menuliskan kronologis ini, agar informasi seputar kejadian tidak simpang siur.

Sabtu menjelang magrib (22/4/2017), saya baru mendapatkan informasi kepergian Karaeng Sewang. Meski terlambat, saya tetap berupaya menghadiri pemakaman beliau. Minggu Subuh, saya tinggalkan Jakarta. Saya masih sempat melayat ke rumah duka di Jl. Dg. Tata I, dan ikut mengantar jenazah ke Jeneponto.

Kendaraan yang saya gunakan agak tertinggal dari rombongan, sehingga ketika saya tiba, jenazah telah disalati di masjid dekat rumah almarhum. Karena tak mendapatkan prosesi salat, saya langsung menuju lokasi pemakaman yang terletak tidak jauh dari masjid.

Di sekitar lokasi pemakaman, sejumlah sahabat memanggil saya untuk bergabung dengan mereka. Tanpa pikir panjang, saya langsung mendekati dan menyalami mereka satu persatu, termasuk Syamsuddin Karlos yang juga hadir di antara mereka.

Awalnya kami berbincang lepas, saling bertanya kabar. Tak lama berselang, tiba-tiba Carlos menyinggung soal bendungan Kareloe.
Ia menganggap saya tak tahu persoalan Bendungan tersebut, jadi diminta tidak usah banyak berkomentar.

Apalagi menurutnya, sewaktu duduk di DPRD Provinsi Sulsel, saya hanya duduk di Komisi C, sama sekali tidak terkait dengan pembangunan bendungan.

Saya meluruskan informasi tersebut, saya tegaskan bahwa sebelum pindah ke Komisi C, saya merupakan anggota Komisi B, yang mengurusi bidang pertanian. Tentu saja, isu bendungan juga menjadi konsen perhatian komisi kami, karena terkait erat dengan potensi pengairan lahan kering jika pembangunan bendungan terwujud.

Saya juga memperlihatkan foto-foto kunjungan saya ke lokasi rencana pembangunan bendungan Kareloe, bahkan saya juga memperlihatkan bahwa waktu itu saya mengikutsertakan beberapa wartawan.

Dengan menunjukkan foto-foto tersebut, saya ingin menyampaikan ke Karlos bahwa saya sangat memahami seluk beluk pembangunan bendungan ini.

Bahkan hingga saat ini, saat duduk sebagai Anggota DPR RI, saya masih mengikuti perkembangan pembangunan bendungan. Saya juga menyampaikan bahwa sejumlah warga yang terkena imbas pembangunan bendungan, sempat mengadukan kesewenang-wenangan yang mereka alami ke Fraksi Partai Hanura DPR RI.

Saya termasuk salah seorang anggota Fraksi yang menerima keluhan mereka. Jadi, jika saya dianggap provokator, atau bicara tanpa data, itu tuduhan yang tidak berdasar.

Diskusi berlanjut, Karlos menyoal pernyataan saya yang mengaitkan pembangunan bendungan dengan kegagalan Syahrul Yasin Limpo sebagai Gubernur Sulsel. Saya juga meluruskan pernyataan tersebut, saya tegaskan bahwa pernyataan saya harus tetap dilihat dalam konteks.

Pernyataanitu tidak menafikan sejumlah kesuksesan Pak Syahrul memimpin Sulsel dalam bidang lainnya.

Saya menyampaikan, bahwa sebagai Gubernur, Pak Syahrul sudah sering menggunakan isu Bendungan sebagai isu kampanye. Jadi, jika bendungan itu tak kunjung selesai, saya anggap “Gubernur gagal”. Gagal mewujudkan janjinya membangun bendungan. Saya tidak menyatakan, gagal juga dalam bidang-bidang lainnya.

Saya menyadari psikologi massa yang menonton diskusi kami, terkesan memberikan dukungan ke saya dan menyudutkan Karlos. Mungkin itulah yang membuat suasana hati Karlos agak sedikit memanas.

Karlos kembali mengungkapkan bahwa saya pernah mengeluarkan pernyataan bahwa anggaran pembangunan bendungan sebesar 2 triliun. Saya mempertanyakan dari mana informasi tersebut. Ia ngotot meyakini informasi tersebut, tanpa menyebut sumbernya. Maka saya pun kembali mendesak, “Informasi darimana itu? Kabar burung dari mana? Jin mana yang membawa informasi tersebut?”

(Mungkin pernyatan inilah yang disebut Karlos kata-kata kotor. Saya tegaskan, saya tak pernah menyebut “Karlos sebagai jin”, sebagaimana pengakuannya yang dilansir dalam berita: http://makassar.tribunnews.com/2017/04/23/begini-kronologi-adu-jotos-antara-muhtar-tompo-dan-syamsuddin-karlos-di-jeneponto?page=2)

Setelah itu, tanpa saya sangka-sangka, Karlos langsung menampar saya dengan rokok yang masih menyala dalam genggamannya. Api rokok itu mengenai wajah saya. Saya yakin, siapapun yang ada dalam posisi saya spontan melakukan pembelaan diri. Kejadiannya tidak berlangsung lama, kami segera dilerai.

Saya tidak memperpanjang masalah ini, karena keluarga kami masih dalam suasana duka. Dengan penuh ketulusan, saya memaafkan perlakuan Syamsuddin Karlos terhadap saya. Sejak mahasiswa, hingga duduk sebagai legislator senayan, saya terbiasa dengan debat-debat yang spesifik, tajam, dan analitis.

Mungkin Karlos tidak dibesarkan dalam kultur forum diskusi, sehingga saat argumentasinya kalah (karena memang lemah), yang tersulut adalah emosinya.

Sesudah kejadian, saya mohon diri untuk segera menyaksikan prosesi pemakaman. Ketika prosesi selesai, saya sempat singgah di kediaman Karaeng Sewang, dan bersilaturahim dengan keluarga serta pelayat yang hadir. Setelah itu, saya pun pamit.

Yang saya herankan, sore harinya, saya mendapatkan kiriman sejumlah berita dari media online. Sejumlah pemberitaan pun, kesannya menyudutkan saya. Seolah saya yang memulai insiden tersebut. Oleh karena itu, semoga uraian kronologis ini, dapat menghadirkan perimbangan informasi.

Wassalamu ‘Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Jeneponto, 23 April 2017

MUKHTAR TOMPO

Facebook Comments Box