Baleg DPR ke Atlanta, Belajar Perlunya UU Karantina Nasional untuk Pertahanan Negara
ATLANTA, AS – Lintasparlemen.com – Wakil Ketua Baleg DPR RI Firman Soebagyo (FS) mengatakan, jauh lebih efektif menggabungkan Badan Karantina Nasional seperti di negara maju Amerika, Australia dan Jepang. Di mana macam-macam karantina digabungkan menjadi satu dalam sebuah pertanan negara.
Hal itu disampaikan FS saat memimpin delegasi kunjungan “Diplomasi Parlemen” ke Atlanta, Amerika Serikat (25-30/4/2017) dalam rangka mencari masukan terhadap pembahasan dua RUU Karantina. Yakni karantina kesehatan yang menjadi inistif pemerintah dan RUU Karntina hewan, ikan dan tumbuh-tumbuhan yang menjadi inisatif DPR.
“Hal itu menjadi penting dan strategis karena dalam pembahasan RUU tersebut ada gagasan besar untuk menggabungkan karantina yang ada dalam sebuah Karantina Nasional agak lebih efektif dan efesian,” kata FS seperti ketetangan yang disampaikan pada lintaeparlemen.com, Ahad (30/4/2017).
FS yang juga Sekretaris Dewan Pakar DPP Partai Golkar itu menyampaikan, pihak banyak menyerap pengalaman terkait karantina selama kunjungannya ke Atlanta. Khususnya saat Edward N Rouse MD, MPA, CEM Divicion Deputy Director,CDC (Centre for Desease Control And Prevention) menerima delegasi kunjungan Baleg yang diikuti olen 18 Aggota dari 10 unsur fraksi.
“Mengingat bahwa konsep dan implementasi karantina di negara maju seperti di Amerika, Australia dan Jepang adalah merupakan sebuah pertanan negara,” kata FS yang mengaku pihanya diajak berkeliling melihat semua aktifitas kekarantiaan di Amerika Serikat.
“Dari kunjungan ini, muncul sebuah keprihatinan kita bahwa karantina di Indonesia masih jauh dari apa yang diharapakan. Dan belum seperti di negara maju bahwa konsep lembaga karantina harus konsep pertahanan negara dan bukan lagi yang bersifat eksekutor,” sambungnya.
Ia juga membandingkan, karantina nasional di negara maju berfungsi sebagai langkah preventif. Lebih baik mencegah daripada menanggulangi musibah tersebut untuk pertahanan negara dari wabah penyakit dan musibah.
“Kalau di kita, kalau ada musibah atau
ada kejadian, baru bertidak. Padahal, yang seharusnya lebih dikedepankan adalah tindakan antisipasif, tindakan prefentif. Apalagi kalau kita lihat secara langsung di CDC Atlanta melalui Center yang bekerja 24 jam untuk melakukan monitoring di seluruh dunia dari kemungkianan adanya gejala wabah,” jelasnya.
Seperti diketahui, Karantina dari bahasa Italia; quarante giorne atau empat puluh hari adalah “pengasingan” daripada seseorang atau sesuatu, biasanya sebelum masuk negara lain. Hal ini dilakukan karena diduga atau mengidap penyakit. (HMS)