Ketum DPP KNPI: Bila Negara Ingin Maju, Koreksi Sistem Pendidikan Kita
JAKARTA, Lintasparlemen.Com – Ketua Umumnya DPP KNPI Muhammad Rifai Darus meminta kepada pemerintah untuk mengoreksi sistem pendidikan yang berlangsung saat ini. Pria yang akrab disapa MRD mengungkapkan hal itu dalam rangka menyambut Hari Pendidikan Nasional di Jakarta, Selasa (02/05/2017).
Rifai Darus memberi tiga catatan penting terhadap sistem pendidikan yang telah berjalan saat ini. Pertama, sistem pendidikan saat ini sudah melenceng jauh dari nilai, pemahaman dan karakter dasar bangsa Indonesia.
“Kalau sistem pendidikan kita berjalan benar, maka tidak akan ada Revolusi Mental yang digelorakan kembali oleh Presiden Jokowi.
Sebenarnya secara konseptual gerakan dan jargon ini ingin mengembalikan ghirah karakter bangsa secara fundamental,” ujar Rifai Darus.
Seharusnya, Rifai Darus menegaskan, pendidikan menterjemahkan konsep Revolusi Mental itu ke dalam sistem sehingga dapat menciptakan iklim pendidikan yang membentuk mentalitas pelajar atau mahasiswa.
Kedua, liberalisasi pendidikan. Semangat inilah, Rifai menyayangkan, sistem pendidikan di Indonesia tidak memberi kesempatan yang seluas-luasnya kepada masyarakat.
“Seharusnya, sistem pendidikan kita di subsidi sepenuhnya oleh pemerintah. Mulai dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Karena ekses dari liberalisasi, sistem pendidikan kita dipaksa untuk diserahkan dalam mekanisme pasar. Akibatnya, pendidikan menjadi ladang bisnis,” ulas Rifai.
Ia melanjutkan, pemerintah harus mengoreksi rezim kurikulum yang diterapkan dalam sistem pendidikan.
“Kurikulum dalam sistem pendidikan kita sangat tidak efektif dan efisien. Sejumlah mata pendidikan yang seharusnya sudah diselesaikan di tingkat awal masih dipaksa untuk dilanjutkan, tanpa ukuran atau standar yang jelas,” sambungnya.
Rifai memberi contoh kurikulum yang berlaku di Indonesia dengan negara-negara maju atau negara di kawasan Asia.
Menurutnya, kurikulum disana sangat efektif, tepat dan anak didik juga tidak merasa terbebani.
“Di Indonesia, terutama di jenjang perguruan tinggi, baru pada di tingkat pasca sarjana dimulai orientasi atau pengkhususan minat studi seorang mahasiswa. Di tingkat sebelumnya dijejali kembali mata studi yang sebenarnya sudah bisa diselesaikan di tingkat SMA, SMK atau yang sederajat. Akibatnya, waktu tempuh pendidikan di Indonesia relatif lama dan melelahkan,” papar Rifai Darus.
Berikutnya, ketersambungan pendidikan dengan pasar kerja. “Ketiga, tak kalah penting konsep link and match juga perlu dikoreksi. Sinkronisasi minat, bakat seseorang harus terintegrasi dengan pasar kerja. Ya tentunya melalui evaluasi rezim kurikulum lebih dulu. Mata ajar yang tidak membentuk minat dan bakat anak didik pada jenjang perguruan tinggi sebaiknya ditinjau ulang,” lanjutnya.
Ia berharap, melalui momentum Hari Pendidikan Nasional, pemerintah dapat mengoreksi sistem pendidikan di Indonesia. Tujuannya adalah, agar sistem pendidikan dapat membentuk peradaban bangsa lebih kuat dan tangguh.
“Kita semua harus menyadari bahwa pendidikan merupakan elemen kunci pembentuk peradaban sebuah bangsa. Bila sistem ini rusak, maka jangan berharap kita dapat menjadi bangsa yang beradab,” pungkasnya. (MRS)