Inikah yang Diperjuangkan Jokowi di Sektor Listrik?
Oleh : Salamuddin Daeng (AEPI)
1. Kenaikan harga listrik untuk mengejar harga internasional atau harga listrik di negara negara maju seperti eropa dan AS. Biaya produksi dalam negeri semakin tinggi. Dengan demikian maka nantinya tidak ada industri nasional dan usaha nasional yang bisa bersaing dengan asing dalam era pasar bebas. (NEOLIBERALISME)
2. Pencabutan Subsidi listrik dalam APBN mengingat pemerintah fokus bayar utang LN dan utang dalam negeri termasuk utang BLBI. Dengan demikian setiap bandul APBN dinikmati Taipan dan asing. (NEOLIBERALISME + TAIPANISME)
3. Pembelian listrik swasta oleh pemerintahan Jokowi, termasuk pembelian kelebihan produksi listrik, atau produksi tak terpakai, sebagai ajang oligarki untuk menjarah kekayaan keuangan negara dan keuangan PLN. (TAIPANISME)
4. Infrastruktur listrik bancakan melalui proyek 70 ribu megawatt yang dibiayai dengan APBN, swasta dan asing. Bagi bagi proyek APBN adalah cara cari uang paling empuk. (TAIPANISME)
5. Proyek bagi bagi ke swasta melalui EPC yang dibiayai dengan utang negara dan utang PLN namun pengerjaanya dilakukan oleh swasta melalui markuap harga proyek, markup harga barang modal, bahan baku dll. (NEO-MALINGISME)
6. Privatisasi listrik melalui PPP yaitu proyek kerjasama pemerintah swasta yang dijamin oleh pemerintah melalui PIP. Proyek gagal akan menjadi tanggung jawab pemerintah yang harus mengganti kerugian secara penuh. (NEOLIBERALIASME &TAIPANISME)
7. Liberalisasi listrik melalui unbundling (memecah mecah hulu hilir) dengan kepemilikan swasta. Aset-aset PLN berpindah satu per satu ke tangan swasta. NEOLIBERALISME +NEO-MALINGISME)
8. Komersialisasi listrik melalui skema full cost recovery (semua biaya termasuk biaya infrastruktur, investasi, bunga, seluruhnya dijadikan sebagai tarif keekonomian ( NEOLIBERALISME +NEO-MALINGISME)
9. Tersedianya ruang Korupsi dalam seluruh rantai ekonomi listrik (produksi, distribusi dan penjualan) yang terjadi dalam bentuk markup harga proyek, markup biaya dan jumlah produksi listrik, dan insider trading melalui penimbunan terlebih dahulu pulsa listrik lalu menunggu pemerintah menaikkan tarif sebesar besarnya. (NEO-MAlLINGISME)
Kesimpulan : Jika demikian maka
skema pengelolaan listrik diatas merupakan strategi pencampuran antara neoliberalslisme+taipanisme dan neo-malingisme dalam sektor tenaga listrik nasional. Pencampuran ini merupakan terobosan besar yang pertama di dunia oleh Presiden Jokowi dan menteri ESDM. []