Fadli Zon: RUU Pemilu untuk Indonesia yang Demokratis
ACEH, Lintasparlemen.com – Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon menyampaikan ada dua tantangan Indonesia sebagai negara demokrasi. Pertama, mahalnya ongkos demokrasi, yang berimplikasi munculnya prilaku koruptif.
“Kita melihat saat ini, jumlah angka yang dikeluarkan seorang calon legislatif tidaklah sedikit, ada dibawah 600 juta, antara 600 juta hingga 1 miliar, dan diatas 1 miliar, ditambah lagi kondisi regulasi keuangan partai politik belum ditata secara rapih,” kata Fadli dalam menyampaikan kuliah umum “Revisi UU Pemilu Menuju Indonesia Yang Lebih Demokraris” di Fakultas FISIP UIN Ar-Raniry, Banda Aceh, Senin (8/5/2017).
Tantangan kedua, lanjut Fadli, munculnya kesenjangan antara demokrasi politik dengan demokrasi ekonomi, yang ditandai dengan tingginya angka ketimpangan ekonomi sesudah reformasi.
Pada kesempatan itu, turut hadir Prof DR. Farid Wajdi Ibrahim, MA (Rektor UIN Ar-Raniry), Prof. Dr. H.M. nasir Budiman, MA (Dekan FISIP UIN- Ar-Raniry), dan Muazzinah, B.Sc, MPA.
“Data dari World Bank, pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami penguatan, namun pertumbuhan itu tidak dirasakan secara merata oleh masyarakat. Karena manfaat pertumbuhan itu lebih dirasakan oleh masyarakat terkaya. Ada 80 % penduduk atau lebih dari 205 juta orang berada pada posisi rawan jatuh kedalam kemiskinan,” papar Wakil Ketua Umum Gerindra ini.
Menurut Fadli, demokrasi politik di Indonesia belum diiringi dengan penguatan demokrasi ekonomi. Keadilan sosial yang menjadi cita-cita demokrasi ekonomi Indonesia terhambat oleh berbagai factor yang muncul akibat penerapan demokrasi politik yang sangat liberal. Jauh dari prinsip demokrasi pancasila.
“Dua tantang tersebut harus diatasi, karena tujuan berdemokrasi kita adalah untuk menciptakan keadilan sosial dan kesejahteraan,” ujarnya.
“Menurut Bank Dunia tahun 2015, 10 persen penduduk Indonesia terkaya menguasai 77 % pendapatan nasional. Bila dikalkulasikan, kenaikan pendapatan 20 % penduduk terkaya sebesar 5% akan mengurangi pertumbuhan ekonomi sebesar 0,4 %. Sementara, kenaikan pendapatan 20% penduduk termiskin berpotensi meningkatkan pertumbuhan ekonomi 1,9 %. Kalkulasi tersebut menunjukan berbahayanya struktur ekonomi yang kini tengah berlangsung,” jelasnya. (Ajib)