Ada 4 Poin Pembahasan RUU Pemilu Membuat Fraksi Terbelah
ACEH, Lintasparlemen.com – Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon menyampaikan ada 4 isu dalam RUU Pemilu yang saat ini sedang dibahas di DPR RI. Keempat isu itu menyita energi dalam pembahasannya.
“Pertama, Presidential Threshold, saat ini ada 7 fraksi yang berpandangan bahwa presidential threshold tidak diperlukan dalam Pilpres, yaitu Gerindra, PKS, Demokrat, PKB, PPP, PAN dan Hanura,” kata Fadli dalam menyampaikan kuliah umum “Revisi UU Pemilu Menuju Indonesia Yang Lebih Demokraris” di Fakultas FISIP UIN Ar-Raniry, Banda Aceh, Senin (8/5/2017).
“Hanya fraksi Golkar, PDIP dan Nasdem yang masih mempertahankan gagasan presidential threshold, dengan angka yang tetap sama yakni 20%,” sambung Fadli.
Menurut Fadli, posisi fraksi di Panja RUU Pemilu yang mempertahanan presidential threshold ini sejalan dengan tafsir Keputusan MK No. 14/ PUU-XI/ 2013 bahwa keserentakan Pemilu Legislatif dan Eksekutif pada tahun 2019 berimplikasi kepada ditiadakannya presidential threshold.
“Kedua, opsi parliamentary threshold diantara 3,5 % dan 5 %. Angka 3,5 % parliamentary threshold maka struktur partai di dalam parlemen berada pada jumlah yang sama dengan saat ini, yakni 10. Threshold 3,5 % dipandang tidak efektif jika memang bertujuan ingin dilakukan penyederhanaan partai politik,” paparnya.
“Ketiga, sistem pemilu terbuka dan tertutup. Ada tiga opsi saat ini, yakni proposional terbuka sebagaimana yang telah berlangsung dalam dua pemilu terakhir, selanjutnya proposional tertutup, seperti yang berlaku pada masa sebelum reformasi, dan terakhir proposional terbuka terbatas yang diusulkan pemerintah,” sambung Fadli yang juga Wakil Ketua Umum Gerindra ini.
Bila kita melihat, lanjutnya, sistem proposional terbuka terbatas yang ditawarkan pemerintah, maka pemilih lebih dominan mencoblos adalah gambar partai. Maka penghitungan suara dilakukan berdasarkan nomor urut yang diberikan oleh partai politik kepada caleg. Sebaliknya jika pada suatu dapil yang banyak dicoblos gambar calon, maka penghitungan suara dilakukan berdasarkan calon.
“Keempat, adalah mekanisme konversi suara. Mekanisme ini berfungsi mengkonversi suara menjadi kursi. Pilihan metode yang tepat sangat penting, karena berpengaruh terhadap partai. Di DPR, mekanisme konversi suara berpendapat sama yakni mendukung metode sainte lague modifikasi dan metode kuota hare,” ujarnya.
“Maka dari itu, keempat isu ini harus kita kawal hingga tuntas, sehingga pemilu Indonesia memiliki karakter mandiri, kompeten dan berintegritas.” (Ajib)