Terkait Data Pangan, Viva Yoga: Jangan Sampai Ada Kepala Dinas Pertanian dari Sarjana Agama!
JAKARTA, Lintasparlemen.com – Wakil Ketua Komisi IV, Viva Yoga Mauladi mengatakan, masih ada persoalan soal data pangan produksi dan konsumsi masyarakat yang tidak sinkron.
Viva menilai data pangan sering kali tidak sinkron antara Kementerian Pertanian dengan Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian RI.
Menurut Viva, Kementerian Pertanian yang bertanggung jawab kepada produksi menyampaikan data biasanya selalu surplus. Daging impor, beras surplus, jagung surplus, kedelai impor. Semua hal yang berkaitan dengan produksi selalu surplus.
Sementara Kementerian Perdagangan berdasarkan kepada data sekunder atau data di lapangan juga itu sering kali menyatakan produksi berkurang, barang tidak ada sehingga perlu impor.
“Jadi kalau pertanian itu sering meningkatkan produksinya, sedangkan perdagangan dan perindustrian itu sering meningkatkan data konsumsinnya. Hal seperti itu tidak baik,” kata Viva dalam Seminar Nasional KMI “Stabilitas Harga dan Pasokan Bahan Kebutuhan Pokok Menjelang Ramadhan dan Lebaran 2017 “ di Hotel Sahid Jakarta, Selasa (16/5/2017) kemarin.
Dari data BPS, lanjut Viva, ternyata 80-85 persen menggunakan data sekunder. Di mana data sekunder itu data yang berasal dari kementerian teknis. Kementerian Pertanian menggunakan data pertanian yang terkait mulai dari tingkat desa, UPT, kecamatan, Kabupaten, provinsi sampai nasional.
“Sering kali data di lapangan juga tingkat kabupaten hingga kecamatan oleh kepala dinas ini sering digunakan sebagai barganing politik dalam pilkada. Ini problem juga,” ujar politisi PAN ini.
Sementara itu, harapnya, jangan sampai ada Kepala Dinas Pertanian yang berlatar belakang pendidikan agama atau sarjana agama. Alasan ini juga sehingga persoalan data pengan nasional sering salah.
“Jangan sampai ada dinas pertanian sama sekali tidak konsen terhadap terhadap pupuk, benih, dan dia cuek aja. Karena dia sarjana agama, mana paham mereka,” keluhnya.
“Kami yang di Komisi IV ketika melakukan kunjungan kerja di lapangan seringkali melihat ada beberapa ketimpangan-ketimpangan yang berkaitan dengan kebijakan pertanian, tapi itu adalah sebuah realitas sebuah tantangan yang harus kita di rubah,” pungkasnya. (JODIRA)