Jual-Beli Predikat WTP Rusak Tata Kelola Keuangan Negara

 Jual-Beli Predikat WTP Rusak Tata Kelola Keuangan Negara

Ketua Komisi III DPR RI Ketua Badan Bela Negara FKPPI Bambang Soesetyo

JAKARTA, Lintasparlemen.com – Ketua Komisi III​ DPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) menilai praktik suap-menyuap untuk mendapatkan penilaian positif dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bisa merusak tata kelola keuangan negara, karena hasil pemeriksaan dan penilaian BPK berpotensi menyesatkan.

“Praktik seperti itu pun memberi gambaran bahwa korupsi berjamaah di negara ini dilakukan secara sistematis, dan bisa ditutup-tutupi secara sistematis berkat tipu muslihat para auditor,” kata Bamsoet pada lintasparlemen.com, Ahad (28/5/2017).

Untuk itu, Komisi III DPR mendesak pemerintah memberi perhatian khusus pada kasus dugaan suap untuk mendapatkan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK kepada Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT). Seperti diketahui, Laporan keuangan tahun 2016 Kemendes PDTT mendapatkan predikat WTP dari BPK.

Namun, lanjutnya, ada praktik suap untuk mendapatkan predikat itu, kesimpulan yang bisa dimunculkan adalah hasil pemeriksaan dan penilaian BPK terhadap Kemendes PDTT manipulatif atau tidak jujur.

“Dan, predikat WTP itu menyesatkan karena merusak tatakelola keuangan negara. Berarti, ada praktik jual-beli predikat hasil pemeriksaan BPK,” terang politisi Golkar ini.

Menurut Bamsoet, BPK itu bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara atau lembaga dan badan lain yang mengelola keuangan negara.

“Dalam menjalankan fungsi ini, BPK berwenang meminta keterangan atau dokumen dari setiap orang, unit organisasi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara serta badan lain,” ujarnya.

Bamsoet menjelaskan, jika auditor BPK manipulatif karena menerima uang suap, laporan hasil pemeriksaan pun pasti tidak jujur atau sarat kebohongan. Akibatnya, gambaran tentang tata kelola keuangan negara menjadi amburadul, karena benar-salah atau untung-rugi menjadi sulit ditelusuri.

“Suap untuk mendapatkan predikat WTP dari BPK adalah modus pelaku suap untuk menutup-nutupi suatu tindakan penyimpangan atau korupsi anggaran. Ini adalah model lain dari praktik korupsi berjamaah. Kalau modus ini tidak dihentikan, korupsi di negara ini akan sangat sulit diperangi,” paparnya.

Sebab, ungkap Bamsoet, korupsi berjamaah ternyata dilakukan secara sistematis, dan bisa ditutup-tutupi secara sistematis pula peran dan tipu muslihat para auditor BPK. Bukan tidak mungkin modus pemeriksaan dan penilaian seperti pada kasus Kemendes PDTT juga terjadi di kementerian/lembaga (K/L) lain. (HMS)

Facebook Comments Box