DPR Akui Praktik Pesan WTP Sudah Berlangsung Lama, KPK kok Diam aja…
JAKARTA, Lintasparlemen.com – Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan mengungkapkan, aksi Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh oknum pejabat Kemendes dan BPK untuk pesan memesan raihan opini audit Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) sudah berlangsung lama. OTT oleh KPK itu terbilang telat.
Heri menilai, untuk memesan nilai WTP kepada BPK sudah lama terjadi, bukan barang baru di lembaga pemerintahan. Menurut Heri, hanya saja aksi ‘nakal’ itu baru dibesar-besarkan setelah terjadi aksi OTT oleh KPK.
Seperti diwartakan, Penyidik KPK masih menelusuri asal Rp 240 juta yang disinyalir sebagai commitment fee dari WTP dalam laporan keuangan tahun anggaran 2016 Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT).
“Kalau soal itu, saya rasa masyarakat tidak heran lagi. Karena info yang beredar soal desas-desus pesan memesan opini WTP sudah sejak lama berhembus. Hanya saja baru akhir-akhir ini dibesar-besarkan media karena ada OTT itu,” kata Heri saat dihubungi lintasparlemen.com, Selasa (30/5/2017).
Politisi Gerindra yang dikenal vocal ini menjelaskan, terkait pesan memesan opini WTP tidak hanya terjadi di kementerian atau di lembaga negara di tingkat pusat. Tapi, juga kerap terendus terjadi di sejumlah daerah di tanah air. Namun, KPK telat merespon tindakan penyimpangan tersebut.
“Kalau soal itu, ternyata terjadi juga di lembaga pemerintahan di daerah, tidak hanya untuk kementerian/lembaga di pusat. Tapi juga terjadi di provinsi, kabupaten, kota di daerah-daerah lainnya di Indonesia. Kalau dilihat dari sini, KPK sebenarnya lamban memberantas hal itu,” tulis Heri dalam rilisnya.
Menurut politisi Dapil Jawa Barat IV ini, terungkapnya kasus ini sangat mencoreng nama baik lembaga BPK yang bertugas mengawasi dan mengamankan keuangan negara. Meski demikian, Heri menyampaikan, praktik curang yang dilakukan oleh BPK ini karena ‘apes’ saja setelah memanipulasi data yang ada.
“Menurut saya, kalau sekarang baru terungkap ke permukaan, itu karena lebih banyak faktor apes saja. Karena selama ini, publik sudah memiliki pandangan tersendiri terkait hasil audit BPK. Saya kasih contoh, ada daerah miskin dengan partisipasi masyarakat rendah, tetapi BPK memberikan opini atas laporan keuangannya WTP. Ini kan aneh,” paparnya.
“Sementara, ada daerah yang masyarakatnya cukup sejahtera dan tingkat partisipasi publik sangat tinggi. Eh, oleh BPK memberikan opini WDP (Wajar Dengan Pengecualian) atau disclimer. Kalau dilihat, untuk WTP itu tak ada jaminan tidak terjadi korupsi di lembaga itu,” sambungnya.
Untuk itu, jika ingin BPK kembali memiliki integritas yang baik. Maka BPK itu harus segera berbenah dan membersihkan diri dari oknum-oknum yang tidak berintegritas tinggi.
“Lembaga BPK ini kan sangat dibutuhkan untuk menata keuangan negara agar lebih transparan dan bersih dari korupsi. BPK adalah tulang punggung pengawasan keuangan negara,” terangnya.
Heri mengusulkan, pimpinan BPK ke depannya tidak lagi diisi oleh orang-orang bermasalah seperti dari latar belakang partai politik atau punya hubungan historis bermasalah dengan parpol tertentu di negeri ini.
“Kita perlu menata bangsa ini dengan memperbaiki seluruh lembaga-lembaga negara untuk memiliki integritas yang baik. Hal ini penting untuk mengembalikan trust publik. Sebaiknya, BPK melakukan langkah komprehensif seperti meng-upgrade auditornya agar memiliki individu berintegritas, komitmen, berani, dan konsisten. Karena di negeri ini tak cukup dengan kepintaran semata,” pungkas Heri. (Ajib)