Benarkah 10 Catatan Penting Ini Buat Ahok Tak Terpilih di Pilkada DKI 2017?
JAKARTA, Lintasparlemen.Com – Menjelang Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 15 Februari 2017 makin panas. Berbagai cara strategi digunakan untuk menjatuhkan pasangan lainnya. Para kandidat mengeluarkan hampir seluruh jurusnya. Termasuk jurus yang disebut “kotor” tapi dianggap lumrah saat menjelang Pilkada.
Sebagai kandidat incumbent Ahok alias Basuki Tjahaja Purnama ikut menjadi bahan “kampanye hitam” disebabkan karena makin memanasnya aksi serang diyerang menjelang Pilkada DKI Jakarta tersebut.
Yang paling ramai aksi serang diserang itu terjadi di media social (medsos) Facebook, Twitter, Whatsapp dan semacamnya. Banyak komentar, sepuluh catatan di bawah ini bisa membuat Ahok tak terpilih lagi. Bukan melalui revisi UU Pilkada yang sedang dibahas di Komisi II DPR RI. Entahlah.
Berikut ini informasi yang bisa menjadi batu sandungan Ahok memenangkan kursi nomor 1 di ibukota negara tersebut:
Benarkah Cina Kafir Tidak Korupsi, Kata Siapa ? Itu pertanyaan yang sangat tajam dilontarkan bagi penyerang Ahok dengan pendukung Cina cs, disangkut-sangkutkan dengan pendahulunya.
Akhir-akhir ini beredar propaganda lebih baik kafir tapi tidak korupsi. Statement ngawur ini beredar dalam rangka membela Gubernur DKI, Basuki Tjahya Purnama alias Ahok.
Apakah kita sudah lupa, bahwa kasus-kasus korupsi besar bahkan perampokan negara justru dilakukan oleh para Cina Kafir. Berikut Ulasannya :
1. Eddi Tansil alias Tan Tjoe Hong atau Tan Tju Fuan. Lahir di Makassar, Sulawesi Selatan, 2 Februari 1953.
Awal 1990an membobol Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) sebesar Rp 1,5 trilyun ketika nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika sekitar Rp 1.500,- per dollar.
Kini, ketika nilai tukar rupiah mengalami depresiasi sekitar 700 %, berarti duit yg digondol Eddi Tanzil setara dgn Rp 9 triliun, lebih besar dr nilai skandal Bank Century yg Rp 6,7 triliun.
2. Hartati Murdaya. Ketua umum WALUBI (Wali Umat Buddha Indonesia) ini ditangkap KPK krn menyogok Bupati Buol, Sulawesi Tengah, Arman Batalipu, yang merupakan kader Golkar. Uang suap diberikan agar usaha perkebunan Hartati mendapat konsesi perkebunan.
3. Di penghujung tumbangnya orde baru, sejumlah pengusaha dan bankir Cina panen BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia). Banyak diantara mereka yang kemudian melarikan diri ke luar negeri dengan meninggalkan aset rongsokan sebagai jaminan dana talangan.
Menurut catatan Kompas 2 Januari 2003, jumlah utang dan dana BLBI yang diterima Sudono Salim alias Liem Sioe Liong sekitar Rp 79 triliun, Sjamsul Nursalim alias Liem Tek Siong Rp 65,4 trilyun, Sudwikatmono Rp 3,5 trilyun, Bob Hasan alias The Kian Seng Rp 17,5 trilyun, Usman Admadjaja Rp 35,6 trilyun, Modern Group Rp 4,8 trilyun dan Ongko Rp 20,2 trilyun. Dan masih banyak lagi.
4. Andrian Kiki Ariawan, terlibat dalam korupsi BLBI Bank Surya. Perkiraan kerugian negara mencapai Rp 1,5 triliun. Proses hukum berjalan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Andrian kabur ke Singapura dan Australia. Pengadilan kemudian memutuskan melakukan vonis in absentia.
5. Eko Adi Putranto, terlibat dalam korupsi BLBI Bank BHS. Kasus korupsi Eko ini diduga merugikan negara mencapai Rp 2,659 triliun. Ia melarikan diri ke Singapura dan Australia. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan vonis in abenstia 20 tahun penjara. Sherny Konjongiang, terlibat dalam korupsi BLBI Bank BHS bersama Eko Adi Putranto dan diduga merugikan negara sebesar Rp 2,659 triliun. Ia melarikan diri ke Singapura dan Amerika Serikat. Pengadilan menjatuhkan vonis 20 tahun penjara, in absentia.
6. David Nusa Wijaya, terlibat dalam korupsi BLBI Bank Servitia. Ia diduga merugikan negara sebesar Rp 1,29triliun. Sedang dalam proses kasasi. David melarikan diri ke Singapura dan Amerika Serikat. Namun, ia tertangkap oleh Tim Pemburu Koruptor di Amerika.
7. Samadikun Hartono, terlibat dalam korupsi BLBI Bank Modern. Dalam kasus ini ia diperkirakan merugikan negara sebesar Rp169 miliar. Kasus Samadikun dalam proses kasasi. Ia melarikan diri ke Singapura. Total, duit rakyat yang dikemplang tujuh konglomerat hitam (meminjam istilah Kwik Kian Gie) yang enam diantaranya Cina dlm kasus ini sekitar Rp 225 trilyun.
8. Pasca Orde Baru, muncul lagi pengusaha Cina yg membawa kabur uang dalam jumlah yg luar biasa besarnya. Misalnya Hendra Rahardja alias Tan Tjoe Hing, bekas pemilik Bank Harapan Santosa, yg kabur ke Australia setelah menggondol duit dari Bank Indonesia lebih dari Rp 1 trilyun.
Hendra Rahardja tepatnya merugikan negara sebesar Rp 2,659 triliun. Ia divonis in absentia seumur hidup di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Hendra meninggal di Australia pada 2003, dengan demikian kasus pidananya gugur.
9. Kemudian ada Sanyoto Tanuwidjaja pemilik PT Great River, produsen bermerek papan atas. Sanyoto meninggalkan Indonesia setelah menerima penambahan kredit dari bank pemerintah.
10. Lalu Djoko Chandra alias Tjan Kok Hui, yg terlibat dlm skandal cessie Bank Bali, meraup tidak kurang dari Rp 450 miliar. Ketika hendak ditahan Djoko kabur keluar negeri dan kini dikabarkan menjadi warga negara Papua Nugini (Pengirim Beni)