SARBUMUSI: Pengusaha Wajib Bayar THR Buruh, Kalau Tidak…
JAKARTA – Presiden DPP Konfederasi Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (SARBUMUSI) Syaiful Bahri Anshori meminta para pengusaha membayar Tunjangan Hari Raya (THR). Menurutnya, THR adalah hak normatif kaum buruh yang harus dipenuhi oleh seluruh pengusaha di Indonesia.
“Mereka (para pengusaha) wajib hukumnya membayar THR para buruh. Kita sudah paham hampir seluruh harga barang pokok meroket naik jelang lebaran,” kata Saiful pada lintasparlemen.com, Selasa (6/6/2017).
“Jelang lebaran, sudah pasti harga-harga kebutuhan pokok pasti mengalami kenaikan yang sangat drastis. Transportasi yang seharusnya menjadi pendukung mudik ikut-ikutan naik harga tiketnya. Padahal pangan dan transportasi yang paling dibutuhkan kaum buruh di saat ini,” sambungnya.
Syaiful menilai, tradisi mudik yang sudah menjadi budaya di Indonesia menjadi kebutuhan tersendiri bagi kaum buruh untuk mengalokasikan biaya menuju kampung halaman.
“Sudah menjadi pengalaman, untuk mudik seorang buruh harus menyediakan dana yang tidak sedikit jumlahnya. Dengan kondisi yang ada sebagai tuntutan keluarga di desa yang memaksa buruh mau tidak mau harus pulang kampung. Di tengah upah yang kecil, buruh tidak akan mungkin menyediakan dana mudiknya dengan mengandalkan upahnya yang diterima dari upah di tiap bulan,” paparnya.
Untuk itu, ulangnya, satu-satunya harapan adalah THR harus dibayar pengusaha. Namun, dampak dari krisis ekonomi dan kenaikan harga komoditas yang berakibat pada membengkaknya ongkos produksi dan pengusaha berusaha mengalihkan beban tersebut ke pundak buruh dengan mengurangi beberapa tunjangan termasuk THR.
Politisi PKB ini mengingatkan ada kewajiban pengusaha sesuai ketentuan pasal 1 angka 4 UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Yang mewajibkan; “Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.”
Sementara, pasal 1 angka 6 huruf a UU No. 13/2003 yang menyatakan; “Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.”
Syaiful yang juga anggota Komisi I DPR RI ini mengungkapkan sesuai dengan ketentuan itu, maka yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah minumun yang dinyatakan dalam bentuk uang.
Ia juga menyampaikan UU No.13 Tahun 2013, kewajiban pengusaha untuk memberikan THR kepada buruh juga diatur dalam Pasal 7 ayat 1 Peraturan Pemerintah (PP) No. 78/2015.
“Tunjangan Hari Raya Keagamaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) wajib diberikan oleh pengusaha kepada pekerja/buruh”. Berikutnya, Pasal 7 ayat 3 yang menegaskan; “ketentuan mengenai tunjangan hari raya keagamaan dan tatacara pembayarannya diatur dengan peraturan menteri”.
“Saya melihanya, ada yang tidak sinkron dengan ketentuan dari undang-undang ini dengan turunannya. Juga tidak diatur mekanisme dan besaran THR bagi pekerja atau buruh di luar perusahaan. Inilah yang menjadi catatan kritis kami kepada pemerintah dan harus segera direvisi aturan itu,” pungkas Syaiful.
Di akhir rilisnya, ia menyampaikan membuka posko pengaduan terhadap kaum buruh yang bekerja tanpa THR. Para kaum buruh bisa mengadukan persoalannya ke hotline DPP Konfederasi Sarbumusi.
Telepon (021)-22391833
Email dppksarbumusi@gmail.com
atau ke 081358953568.
Sikap Resmi SARBUMUSI Terkait THR dapat didownload di tautan dibawah ini