PBNU: Gerakan Radikal Mendompleng pada Kekuatan Politik yang Sah!
JAKARTA – Ketua PBNU Juri Ardiantoro mengungkapkan, di era saat ini sangat sulit menemukan kelompok masyarakat tidak memiliki afiliasi politik tertentu. Menurut Juri, jika ada kelompok netral, itu sangat sedikit dan tidak muncul di ranah publik seperti ajang Pilkada DKI Jakarta lalu.
Hal itu disampaikan Juri pada acara Halaqoh Jurnalis NU I bertema “Tabayyun dan Upaya Menyangkal Gerakan Radikalisme Agama di Tengah Kebebasan Akses Informasi” di Gedung Kementerian Pertahanan, Jakarta, Ahad (18/6/2017) kemarin.
“Saat ini kita sangat sulit menemukan dari kelompok-kelompok masyarakat yang jauh dari tendensi (kepentingan, red) politik. Mungkin sedikit yang mengklaim dirinya paling netral dan tidak ada kepentingan politik tapi mereka bisa berada pada lingkaran politik,” jelas Juri.
Selain itu, Juri juga sempat menyinggung sepak terjang para kader tokoh NU di arena politik praktik seperti dalam ajang Pilkada dan Pemilu. Padahal, lanjutnya, NU sejak awal bersih dari permainan politik praktik.
“Bahkan kita di NU sudah mengatakan diri bebas dari lingkaran politik tapi banyak tokoh NU yang bermain di wilayah politik, baik pada pemilu dan pilkada. Sehingga kita kesulitan menemukan kelompok masyarakat yang tidak ada kepentingan politik golongan. Ini yang harus kita jawab,” jelas mantan Ketua KPU RI ini.
Juri yang saat ini menjabat Ketua Alumni Universitas Negeri Jakarta (UNJ) mencurigai, dengan adanya isu lawan radikalisme akhir-akhir ini. Membuat gerakan paham radikal tersebut mendompleng pada kekuatan politik yang sah di negeri ini.
“Setelah isu radikalisme hadir, maka kelompok radikal ini menumpang kepentingannya pada gerakan politik yang bersaingan pihak yang berkuasa. Jika berbicara dengan radikalisme politik agama kita, ini menjadi PR (pekerjaan rumah) kita,” terang Juri.
Untuk itu, ia mengusulkan perlu adanya pendefinisian terkait kelompok yang disebut radikal. Karena masyarakat saat ini bingung dan dibingungkan kelompok mana saja yang disebut paham radikal.
“Karena itu, kita penting lebih jelas mendefiniskan kelompok radikal. Dan
penguasa politik saat ini tak serta merta membubarkan kelompok yang dicap radikal karena sedang berhadapan dengan kelompok penentang pemerintah,” pungkasnya. (JODIRA)