Belajar Mudik dari Oso: Bangun Masjid hingga Peduli Anak Yatim
Kenangan Masa Kecil Oesman Sapta Saat Lebaran
Kehidupan manusia terus berjalan dan berputar seperti bumi yang kita tinggali. Begitu pula kehidupan seorang tokoh nasional yang saat ini sedang memimpin DPD RI Oesman Sapta Odang atau yang lebih akrab disapa Oso.
Seperti dikutip Republika, sekitar tahun 1960-an lalu, Oso belumlah dikenal seperti sekarang ini dengan dilimpahi kesuksesan dan kekayaan. Dengan kiprahnya di kancah nasional, membuat Oso dikenal figur sukses besar sebagai pengusaha yang diikuti jabatan publik dan politik di pundaknya disandang.
Seperti yang pernah diceritakan, Oso kecil tidak jauh seperti kebanyakan teman-teman sebayanya di pesisir Sukadana, Kabupaten Kayong Utara, Kalimantan Barat. Ia hidup penuh kekurangan dan serba penuh penderitaan hidup.
Kala itu, Oso kecil masih hidup serba kekurangan di desa terpencil nan jauh dari kota. Bahkan untuk bisa mendapatkan baju baru, Oso kecil harus menunggu Hari Raya Idul Fitri hasil pembelian keluarganya.
Lebih miris lagi, Oso mengaku hanya satu kali dalam setahun ia mendapatkan jatah baju baru yang dibelikan oleh orang tuanya, yaitu saat Lebaran Idul Fitri tiba seperti sekarang ini.
“(Kala itu, red) Saya senang sekali saat Lebaran tiba. Pasti dibelikan baju baru. Waktu kecil, itu senangnya minta ampun. Senang dapat baju baru. Karena selama setahun kan tidak merasakan baju baru, hanya saat Lebaran saja,” cerita Oso beberapa waktu lalu pada wartawan Republika.
Dengan karir politik yang terbilang sukses, apalagi saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua MPR RI dan Ketua Umum Partai, Oso menginspirasi banyak orang. Seperti dikisahkannya, baju baru menjadikan Lebaran sebagai momen terindah dalam hidupnya. Semua pihak, baik orang kaya ataupun miskin bisa ikut merayakan lebaran Idul Fitri.
“Karena pasti semua orang merayakan Lebaran. Jadi walaupun saya susah, pasti ikut serta merayakan Lebaran,” kisah Oso.
Hal lain yang hanya datang ketika Hari Raya Idul Fitri, yakni soal makanan favorit yang paling digemarinya. Oso kecil menyukai Gulai Ikan Sembilang dan Sop Kambing. Makanan itu paling enak di lidah Oso kecil hingga sekarang.
Namun sayang seribu sayang, tidak setiap saat dia bisa menyantap makanan favorit Oso tersebut. Ia baru bisa menikmati hidangan super enak itu jika Lebaran Idul Fitri tiba seperti sekarang.
Ketika kecil, Oso melanjutkan kisah inspirasinya, hanya bisa menyantapnya pada momen-momen tertentu. Salah satunya adalah adalah saat Hari Raya Idul Fitri.
Selain itu, Oso juga terus berusaha mengungat kenangan lebaran masa kecilnya dulu yang penuh kegiatan tak terlupakan hingga sekarang. Baginya, Lebaran Idul Fitri bukan hanya soal silaturahim ke rumah tetangga dan sanak saudara, tetapi Oso kecil digunakan untuk bermain ke pantai yang tak jauh dari kampung halamannya.
Oso menyampaikan, kampung halamannya, Sukadana punya pantai yang sangat indah, elok dipandang oleh mata. Sejuk udaranya. Suasananya yang asri. Oso menyebut Sukadana surga dunua yang dirindukan.
Bahkan, saking cintanya Oso pada kampung halamannya itu, ia berpendapat, keindahan pantai di Sukadana lebih cantik dari pantai-pantai yang ada di Pulau Bali. Ini fakta yang bicara setelah melihat keindahan panorama Sukadana.
Ketika libur lebaran, lanjut Oso, banyak orang dari luar Sukadana bertamasya menghabikan waktu berliburnya ke pantai ini. Tak hanya orang luar Sukadana, tapi Oso dan karib-karibnya pun kerap memanfatkan waktu luang untuk menikmati ‘surga: di pantai ini.
“Di Sukadana, Kalimantan Barat ini, pemadangannya indah sekali. Kampung saya lebih indah daripada Bali. Tapi, popularitasnya jauh dari Bali,” terangnya.
Saat ini, Sukadana sudah jauh lebih dikenal orang banyak. Jika dulu Sukadana bagian dari Kabupaten Ketapang maka kini menjadi Ibu Kota Kabupaten Kayong Utara. Orang mengenal Sukadana juga lantaran masjid di atas laut. Masjid teralung.
Di mana nama masjid di atas laut itu diberi nama Oesman Al Khair sesuai nama donatur utamanya Oesman Sapta Odang (Oso). Masjid berkarakter dengan warna putih dan arstitektur khas Timur Tengah dapat pujian dari banyak orang.
Bukan hanya masyarakat umum memuji masjid Oesman Ak Khair itu. Tapi masjid tersebut pun menuai pujian besar dari Presiden Joko Widodo saat berkunjung ke Sukadana.
Alasan Jokowi memuji setinggi langit masjid itu, saat Pak Presiden meresmikan masjid ini. Saat itu, Jokowi menyebutnya sebagai masjid terapung nan indah juga megah dengan latar belakang laut yang penuh karakter kuat.
Sebagai info tambahan, Oso ikut membangun masjid yang menghabiskan dana Rp 38 miliar itu atas kesadarannya terpanggil membangun kampung halamannya. Bukan hanya masjid ia bangun, Oso banyak kontribusi pada kampungnya, Sukadana.
Oso bahkan mewakafkan tanah dan menyumbang hingga hartanya sebesar Rp 11 miliar. Luar biasanya, Oso tidak menyinggung amal kontribusi baiknya dalam pembangunan kampung halamannya termasuk membangun masjid itu.
Oso yang dikenal sukses di dua habitat politik dan usaha itu, ia hanya bisa mengungkapkan rasa kebahagiannya karena kampung tercinta Sukadana punya landmark yang bisa dibanggakan untuk menarik minat wisatawan domestik dan manca negara ke Sukadana.
“(Masjid Oesman Al Khaer) Itu kebanggaan kami kalau kembali ke kampung. Alangkah bahagianya orang punya kampung, yang sedih itu kalau tidak punya kampung,” ucap Oso dengan ciri khasnya berkelakar.
Oso pun menghabiskan libur lebaran untuk mudik ke kampung halamannya, sekitar 1787 kilometer dari Ibu kota. Ia pulang pergi Jakarta-Sukada.
Wajar saja jika wajah Oso tampak semringah bersemangat dan berbinar saat berbicara mengenai mudik lebaran. Karena banyak kenangan indah yang tersimpan apik selama ini di Sukadana.
Mudik bagi Oso, merupakan kegiatan yang wajib dilakukan setiap tahunnya. Tidak hanya Hari Raya Idul Fitri tetapi juga Hari Raya Idul Adha. Ia manfaatkan kedua momen itu untuk bernostalgia bercengrama dengan kampung yang telah membesarkannya.
Beda Oso kecil dengan Oso sekarang dengan limpahan kesuksesan, dengan materi yang berkecukupan saat ini, Oso mewajibkan dirinya berbagi kebahagiaan dengan penduduk di kampung halamannya di Sukadana dengan menyumbangkan sebagian rezekinya.
“Kumpul sama orang kampung, sedekah, potong kerbau, makan dengan orang kampung. Mereka (orang kampung) kalau cerita pasti tulus, yang tidak memandang kita siapa. Itu nikmat sekali,” terang Oso.
Tak hanya itu, di Hari Raya Idul Fitri, Oso mengajak masyarakat untuk membahagiakan anak yatim dengan bersedekah. Berbagi kebahagiaan. Oso mengatakan anak-anak yatim piatu berhak untuk merasakan kebahagian bersama Hari Raya Idul Fitri seperti anak-anak lainnya.
“Mereka (anak-anak yatim piatu dan duafa) harus menikmati apa yang dinikmati oleh anak-anak yang punya orang tua, termasuk kebahagian di saat Lebaran,” pesan Oso dengan penuh peduli harap. (HMS)