Ketua Komisi VIII DPR: Film Itu Bentuk Kesombongan dan Arogansi Polri

 Ketua Komisi VIII DPR: Film Itu Bentuk Kesombongan dan Arogansi Polri

Ketua Komisi VIII DPR RI dari Fraksi PAN Ali Taher

JAKARTA – PENOLAKAN terhadap Film ‘Kau Adalah Aku yang Lain’ (KAAL) terus berlangsung. Film pendek yang menjadi pemenang dalam festival yang digagas oleh Mabes Polri ‘Police Movie Festival IV 2017’ dengan diunggah ke Youtube dan dibagikan melalui akun Facebook dan Twitter Divisi Humas Polri Sabtu (24/6/2017) lalu.

Meski Sutradara film itu Anto Galon, sudah meminta maaf, dan Polri pun sudah menghapus video tersebut karena protes terus mengalir. Mulai dari anggota DPR, dai, tokoh dan pimpinan ormas Islam, bahkan pakar hukum pidana pun turut menyesalkan film yang dinilai menodai ajaran Islam itu.

Ketua Komisi VIII DPR M Ali Taher dengan tegas menyatakan bahwa video itu sebagai bagian dari cara membangun opini yang tidak bagus terkait toleransi umat Islam Indonesia.

“Film itu saya sudah tonton dua kali. Polisi tidak cukup bisa memberi pemahaman bahwa umat Islam dalam konteks sosial sangat toleran. Dalam ajaran Islam seperti dalam film itu,” kata Ali pada lintasparlemen.com, Sabtu (1/7/2017).

Alasan itu sehingga Ali mengingatkan polisi, jangan sampai aparat kepolisian menjadi sumber konflik dan fitnah baru bagi umat Islam yang selama ini sudah sangat akomodatif terhadap berbagai persoalan di dalam negeri.

“Makanya, kita ingin agar polisi itu berhati-hati menggunakan simbol-simbol keagamaan di dalam menyampaikan pesan-pesan sosial apalagi pada kondisi saat ini. Islam tak demikian dalam film karena Islam dibangun di atas landasan rahmatan lil ‘aalamiin,” ujar politisi PAN ini.

Menurut​ politisi asal Dapil Banten III ini menilai, film yang digagas oleh Mabes Polri dibuat dengan kesombongan dan arogansi kekuasaan yang ada saat ini.

“Video itu jelas-jelas menunjukkan arogansi kekuasaan. Itu tidak baik bagi sebuah akomodasi sosial terhadap umat Islam. Saya usul polisi segera melakukan permintaan maaf kepada umat Islam, dan juga jangan sampai terulang kembali,” tegas pria kelahiran Flores ini.

“Saya mau tanya kenapa dalam film itu harus umat Islam dan Kristen? Ada enam agama di Indonesia yang hidup damai. Film itu ingin menggambarkan seolah-olah bahwa ajaran Islam tidak toleran pada persoalan sosial,” pungkasnya. (HMS)

 

Facebook Comments Box