Firman Soebagyo: Sebaiknya Kita Jangan Terjebak Eforia Diaspora!
JAKARTA – WAKIL Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Firman Soebagyo menilai bahwa Diaspora Indonesia di luar negeri memiliki kontribusi yang sangat besar terhadap kemajuan ekonomi di tanah air.
Hal itu disampaikan Firman usai menghadiri di acara Kongres Diaspora Indonesia yang diisi oleh mantan Presiden Amerika Serikat ke-44 Barack Obama di Jakarta, Sabtu (1/7/2017) kemarin.
Sebagai informasi, saat ini jumlah populasi Diaspora di dunia bisa mencapai 227 juta orang. Diaspora di dunia memiliki aset yang luar biasa. Dia mencontohkan di China saja jumlah Diaspora 50 juta jiwa namun asetnya mencapai Rp 2 triliun.
Di mana diaspora adalah jaringan Indonesia di luar negeri untuk memperkuat perekonomian Indonesia untuk mewujudkan cita-cita Indonesia menjadi raksasa Asia pada abad 21 ini.
“Akhir-akhir ini kita para elite Indonesia khususnya kaum elit di Jakarta sedang “Deman Diaspora” yang mungkin istilah ini tidak banyak dimengerti masyarakat awam dan masyarakat yang ada di daerah,” kata Firman pada lintasparlemen.com, Ahad (2/7/2017).
Pada kongres diaspora ke 4 ini yakni kongres terbesar yang ada dihadiri oleh 9000 orang dari 55 negara, 134 kota di dunia dan 71 kota di Indonesia.
“Hendaknya bangsa Indonesia dapat bergikir realistis dan jangan terjebak eforia diaspora yang akhir-akhir ini ada isu pro kontra tentang perlunya dwi kewarganegaraan dan lain sebagainya,” ujar Ketum Ikatan Keluarga Kabupaten Pati (IKKP) ini.
Anggota Komisi IV DPR RI sekaligus Sekretaris Dewan Pakar DPP Golkar ini menginginkan pemerintah melihat manfaat adanya dwi kewarganegaraan di Indonesia terlebih dahulu sebelum memberlakukannya.
“Hendaknya kita bangsa yang besar ini jangan menari di atas genderang orang lain kita harus realistis melihat azas manfaat dwi kewarga negaraan atau apapun bentuk lainya bagi bangsa ini,” terangnya.
Menurut pria kelahiran Pati ini, bangsa kita saat ini masih dihadapkan dari berbagai persoalan. Masih tingginya angka pengangguran, lebarnya kesenjagan dan masih banyaknya regulasi dari kebijakan pemerintah yang belum berpihak kepada kepentingan masyarakat kecil berpenghasilan rendah.
“Saya pikir ini jauh lebih penting untuk dipikirkan daripada kita terjebak dengan isu yang belum jelas sasaran dan arah tujuannya. Apakah bangsa kita sekarang ini betul sudah siap untuk menghadapi persaingan bebas rasanya belum siap?!,” tegasnya.
Oleh karena itu, ia berpandangan bahwa lebih baik kaum elit di Jakarta fokus berpikir untuk membangun bangsa ini, supaya maju dalam pembangunan dan kesejahteraan rakyatnya, ketimbang buang energi untuk membicarkan diaspora yang akan menimbulan semakin beratnya persaingan bangsa ini ke depan.
“Apakah kita sudah perhitungkan benar dan cermat kalau kita akan memberlakukan dwi kewarga negaran, atau memberikan dalam bentuk ID card itu akan ada manfaatnya bagi bangsa dan masyarakat,” terang Firman.
“Apakah kita perhitungkan dengan benar banyak orang Indonesia yang meninggalkan Indonesia untuk melepaskan kewarganegarannya agar memilih menjadi warga negara lain? Mereka dengan mudah melepaskan kewarganegaraan Indonesia?! ini semua harus dikaji secara komperhensif dampak negatif dan politiknya,” sambungnya.
Firman mengingatkan agar Indonesia sebagai negara besar tidak dengan mudah mengambil sikap seperti India yang membuat kebijakan ID Card kewarganegaraan. Ia menjelaskan, sebagai bangsa kita harus sadar dengan berbagai pengalaman kebijakan negara besar kecenderugannya ada hiden agenda (atau agenda terselubung) untuk kepentingan tertentu.
“Marilah kita berpikir realistis jangan terbuai pidato dari bangsa lain marilah kita camkan secara baik dan benar pasti di balik itu ada kepentingan yang lebih besar bagi negaranya. Janganlah berlebihan bagi anggota DPR terburu-buru menginiaiasi UU Dwi kewarganegaraan,” papar Firman.
Lebih baik, lanjutnya, sisa waktu yang ada untuk merumuskan kebijakan yang lebih bermanfaat bagi bangsa dan negara ini, agar dunia investasi bisa berkembang, termasuk industri bisa segera maju.
Selain itu, pesannya, jangan mematikan petani nelayan dan sumber daya alam kita yang dapat dikelola bangsa sendiri dan dapat meningkatkan kesejateraan masyarakat dengan penerimaan negara.
“Jauh lebih penting ketimbang buang energi untuk diaspora. Apalagi menyusun RUU Dwi Kewarganegaraan, masih banyak persoalan bangsa ini yang harus kita selesaikan ketimbang memikirkan hal yang belum perlu dipikirkan seperti diaspora ini. Semuanya itu akan buang-buang energi belaka,” bebernya. (HMS)