Firman Soebagyo Sebut Negara Didikte LSM, kok Bisa?
JAKARTA, WAKIL Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Firman Soebagyo menyampaikan rasa kekecewaannya atas surat yang diterbitkan oleh Menteri Sekretaris Negara (Mesesneg) Pratikno tentang intruksi kepada Menteri Pertanian Arman Sulaiman agar tidak melanjutkan pembahasan RUU Perkelapasawitan.
Hal tersebut, disampaikan Firman usai Koalisi Masyarakat dari sejumlah LSM mengajukan surat ke Mensesneg terkait aspirasi mereka menuntut penghentian pembahasan RUU Perkelapasawitan. Firman menilai, dengan keluarnya surat itu menunjukan bahwa Mensesneg Pratikno tidak menyadari tentang tugas fungsi pokoknya sebagai pejabat.
“Mensesneg tidak menyadari fungsi DPR sebagai lembaga negara secara konstitusional telah mendapat madat sebagai pemegang kekuasaan membentuk UU dibahas oleh DPR dan Presiden. Dan untuk pembentukan UU juga tidak dengan tiba-tiba karena semua RUU sebelum dilakukan pembahasan harus ada pengusulnya sebagai hak inisiatif. Dan itu bisa inisiatif DPR melalui usulan aggota, inisiatif Pemerintah dan inisiatif DPD RI,” jelas Firman, Jakarta, Rabu (5/7/2017) malam.
“Dan semua RUU sebelum pembahasan juga harus masuk daftar prolegnas (Program Legislasi Nasional) yang sudah mendapat persetujuan DPR, Presiden dalam hal ini diwakili oleh Menkumham dan DPD RI,” sambung Firman yang saat ini menjabat sebagai Sekretaris Dewan Pakar DPP Partai Golkar.
Menurut Firman, dalam surat Mensesneg ada sejumlah kejanggalan. Di antaranya, lanjut Firman, sangat aneh jika setingkat Mensesneg tidak tahu terkait RUU Perkelapasawitan sedang dibahas di DPR sebagai inisiatif dewan.
“Sekarang kita sedang membahasnya di Baleg secara komprehensif. Kita sedang menyempurnakan RUU ini dengan mengudang stakeholder dan pakar perkelapasawitan,” tegas Firman.
Ketua Umum Ikatan Keluarga Kabupaten Pati (IKKP) ini menjelaskan bahwa RUU Perkelapasawitan ini sangat diperlukan karena ada berbagai persoalan yang perlu diselesaikan dengan UU baru dalam mengelola dunia kelapa sawit di Indonesia.
“Petani kita banyak ditimpah masalah. Tentunya kita harus memberikan mereka perlindungan dan kepastian hukum dalam membela hak-hak mereka sebagai warga negara. Saya memahami betul apa yang dirasakan petani kita,” ujar Firman yang pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Anggota Komisi IV DPR RI 2009-2014 lalu.
Alasan itu, kata Firman, dirinya sangat kecewa dengan sikap Mensesneg sebagai pejabat negara terlalu terburu-buru menyikapi masukan sejumlah LSM itu.
“Kelihatan sekali ada udang di balik batu. Justru terkesan Mensesneg disamping tidak menguasai aturan hukumnya juga ada konflik kepentingan,” pungkasnya.
Berikut Daftar LSM yang disebut-sebut mendapatkan dana dari asing yang dihimpun dari berbagai sumber:
- Walhi (536.662 Dollar AS)
- WWF (200.445 Dollar AS)
- Wetland Int (249.962 Dollar AS)
- Samdhana Inc (3.922.429 Dollar AS)
- SEKALA (1.316.939 Dollar AS)
- CIFOR (415.000 Dollar AS)
- FFI (449.218 Dollar AS)
- ICRAF (497.196 Dollar AS)
- Stichting Oxfam Novib (700.000 Dollar AS)
- HuMa (575.000 Dollar AS)
- Jerat (114.000 Dollar AS)
- FPP (3.573.477 Dollar AS)
- AMAN (699.826 Dollar AS)
- JKPP (800.000 Dollar AS)
- KKI WARSI (595.289 Dollar AS)
- Kemitraan (1.230.400 Dollar AS)
- Mongabay Org Corp (735.000 Dollar AS)
- RAN (2.096.000 Dollar AS) (HMS)