Punya Utang Janji, KPK Seharusnya Fokus pada Kasus Besar
JAKARTA – Ketua Komisi III DPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) kinerja pemberantasan korupsi di Korea Selatan dan Thailand layak jadi contoh pembelajaran bagi KPK, Polri dan Kejaksaan Agung. KPK Masih punya utang janji terkait penuntasan kasus besar seperti Bank Century dan kasus BLBI.
Menurut Bamsoet, KPK bersama Polri dan Kejaksaan pun seharusnya memberi respons signifikan atas kasus mangkraknya 34 proyek pembangkit listrik yang telah diungkap pemerintah.
Akhir pekan lalu, masyarakat di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia, disuguhi berita penegakan hukum yang sangat menarik dari Korea Selatan (Korsel) dan Thailand. Dari Korsel, diberitakan bahwa pewaris Samsung Corporation, Lee Jae Yong (48 tahun) divonis bersalah dan harus mendekam di penjara selama lima tahun.
Lee didakwa melakukan suap dan bersumpah palsu. Sosok lain yang menjadi korban dalam kasus ini adalah mantan Presiden Korsel, Park Geun-hye yang berakhir dengan pemakzulan.
Dari Thailand, pers memberitakan bahwa mantan Perdana Menteri Yingluck Shinawatra, telah melarikan diri menjelang sidang pembacaan vonis atas kasus yang melilitnya. Yingluck terancam 10 tahun penjara karena terlibat korupsi beras.
Dua peristiwa ini menggambarkan kinerja pemberantasan korupsi yang sangat inspiratif. Pisau hukum di Korsel dan Thailand tidak hanya tajam ke bawah, tetapi juga sangat tajam ke atas sehingga mampu menyentuh presiden dan perdana menteri yang sedang menjabat, serta juga berani menyeret orang kaya raya seperti Jay Y. Lee, si pewaris kerajaan bisnis Samsung.
“Dua peristiwa itu menjadi momen yang memunculkan pertanyaan kepada KPK tentang kelanjutan proses hukum sejumlah kasus korupsi berskala besar yang menjadi perhatian masyarakat,” kata Bamsoet, Jakarta, Ahad (26/8/2017).
Kasus proyek e-KTP, lanjutnya, bukanlah kasus terbesar yang pernah ditangani KPK. Sebab, dalam kasus ini, negara diperkirakan rugi Rp 2,3 triliun. Bandingkan dengan kasus Bank Century yang hingga kini belum juga tuntas proses hukumnya. Menurut hasil pemeriksaan BPK, kerugian negara mencapai Rp 7,4 triliun.
Dan, terang politisi asal Golkar, kesalahan atau penyalahgunaan kekuasaan dalam kasus ini hanya dibebankan pada Budi Mulya, yang saat kasus ini berproses jabatannya adalah Deputi Gubernur Bank Indonesia Bidang Pengelolaan Moneter dan Devisa. Tidak ada yang tahu kapan kasus ini benar-benar bisa dituntaskan.
Begitu juga dengan kasus BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia). Banyak kalangan sudah pesimis dengan penyelesaian kasus ini. Sebab, kelanjutan proses hukumnya hanya sampai pada perdebatan. Muncul kesan bahwa penanganan dua perkara ini hanya sambil lalu.
Ada juga kasus besar lain yang sudah diungkap secara gamblang oleh pemerintah tapi belum mendapatkan respons signifikan dari institusi penegak hukum, khususnya KPK. Kasus besar itu adalah mangkraknya 34 proyek pembangkit listrik berkapasitas 627,8 Megawatt (MW) yang dibangun sejak 2007. Layak disebut kasus besar dan strategis karena menyangkut kebutuhan jutaan penduduk.