Opini: Peluang Ahok di Pilkada 2017 di Mata Pengamat
Ahok akan gagal karena banjir dan macet, bukan syarat pencalonan
Warga Jakarta tahu betul bagaimana caranya memilih calon gubernur dan wakil gubernur. Dasar pilihan warga adalah seberapa bisa calon pemimpin tersebut menyelesaikan persoalan nyata depan mata yang dialami masyarakat Jakarta.
Seberapa jitu calon Gubernur dalam mengatasi banjir, mengurangi kemacetan, menjamin rasa aman dan kerukunan umat. Tentu dengam mengutamakan layanan publik dan meingkatkan daya beli masyarakat.
Semakin kuat pasangan calon dapat menunjukkan konsep matang dalam menyelesaikan persoalan Jakarta, maka akan semakin besar mendapatkan simpati masyarakat, dan dengan sendirinya mendapatkan dukungan secara partisipatif.
Sebaliknya, jika ada pihak yang ingin mencalonkan diri dalam Pilkada tetapi yang disusun adalah strategi negatif dengan cara-cara yang kontrapoduktif, maka yang didapat adalah ketidakpercayaan masyarakat.
Evaluasi dan kepuasan warga Jakarta dalam mendapatkan pelayanan publik melalui kebijakan yang dilakukan Ahok adalah faktor kunci penilaian masyarakat apakah dia layak dipilih kembali atau tidak.
Fungsi Pilkada sejatinya adalah, apabila pelayanan publik tidak tercapai maka hukuman paling berat bagi petahana adalah tidak dipilih kembali pada periode kedua.
Siapapun yang berkehendak untuk berhadapan dengan Ahok, maka jalan utamanya adalah menyusun rencana dan strategi yang lebih baik lagi.
Sehingga masyarakat dapat mengerti dan teryakinkan bahwa program kebijakan yang direncanakan akan jauh lebih meningkat kualitasnya dari yang sekarang ada.
Oleh karena itu, berapapun syarat pencalonan oleh DPRD diturunkan dan syarat perseorangan dinaikkan, masyarakat Jakarta akan memilih calon pemimpin yang dapat menyelesaikan problem yang terjadi dan sesuai dengan kepentingan warga yang dialami.
Partisipasi dan dukungan warga akan mengalir bagi siapapun yang serius ikhlas mambangun jakarta lebih baik.
Tidak ada artinya memperingan atau memperberat syarat pencalonan, karena penentu kemenangan tetap warga Jakarta.
Masykuruddin Hafidz, Koordinator Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR)