Dari Batam, Firman: UU Narkotika Saat Ini Tak Relevan Lagi
BATAM – Pimpinan Rombongan Kunjungan Spesipik (Kunspek) Baleg DPR RI ke Provinsi Kepulauan Riau sekaligus Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) Firman Soebagyo (F-Golkar) menilai Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika sudah sangat lemah dijadikan aturan untuk saat ini.
Menurut Firman, UU Narkotika tersebut sudah sangat tertinggal jauh dengan kondisi saat ini. Apalagi, jenis narkoba dan pola pengedarannya sudah sangat canggih.
“Jika kita melihat data yang ada, jenis narkoba saat ini sudah sangat banyak. Dulu saya ingat sudah 655 dan sekarang berkembang menjadi 800 jenis. Namun, lebih dari 50 jenis narkotika sudah masuk ke Indonesia,” kata Firman usai pertemuan di Mapolda dan BNP Provinsi Kepulauaun Riau, Rabu (04/10/17) kemarin.
Pada pertemuan tersebut dilanjutkan dengan peninjauan ke Lokasi Rehabilitasi Korban Pengguna Narkoba Dalam Rangka Pemantauan pelaksanaan UU Natkoba Nomor 35 Tahun 2009.
Sekretaris Dewan Pakar DPP Partai Golkar itu menjelaskan, revisi terhadap UU Narkotik itu sudah harus menjadi kebutuhan yang mendasar dan sangat mendesak. Prioritas utama dari dari revisi UU ini menjadi besar, khususnya saat Presiden Joko Widodo telah menyampaikan bahwa Indonesia darurat narkoba.
“Banyak yang harus disempurnakan dari UU itu karena sudah jauh ketinggalan dibandingkan negara-negara lainnya. Pentingnya Prov Kepri menjadi prioritas karena 3 Kabupaten di sini seperti Kabupaten Karimun, Kabupaten Bintan dan Kota Batam sebagai wilayah utama penyelundupan dari Johar, Malysia,” jelas Firman.
Menurut Ketua Umum Ikatan Keluarga Kabupaten Pati (IKKP) ini, makin merajalelanya penyelundupan jenis narkotika dari negara tetangga karena minimnya anggaran, sarana prasarana dan SDM di jajaran Polda Dan BNP Kepulauan Riau.
“Pihak berwenang setempat semakin sulit untuk bekerja memberantas penyelundupan itu. Untuk itu, kita bisa dimaksimalkan lagi. Walaupun dengan anggaran yang serba terbatas, pihak Polda mampu bekerja secara maksimal,” papar Firman.
Politisi senior ini mengaku, pihaknya di DPR ingin agar UU Narkotika terbaru mampu mengatur terkait soal penindakan atau sanksi hukuman. Termasuk juga soal penguatan terhadap Sarana dan Prasarana (Sapras). Mengingat aspirasi yang diperoleh Baleg DPR di Kepulauan Riau mengalami kekurangan Sapras, kualitas SDM dan anggaran yang minim.
“Hal ini yang akan kita kaji ulang. Kita menemukan minimnya kualitas SDM di BNP Kepulauan Riau yang sangat sulit untuk melakukan penegakan hukum dengan maksimal dan optimal,” terang Firman. (HMS)