Refleksi Tiga Tahun Era Pemerintahan Presiden Jokowi

 Refleksi Tiga Tahun Era Pemerintahan Presiden Jokowi

Ketua DPR RI Setya Novanto dan Presiden RI Joko Widodo pada sebuah kesempatan

Oleh : RIDUAN SYAH, Ketua Umum HMI Cabang Jakarta

Dalam rentang waktu selama tiga tahun, Bangsa Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo masih mengalami banyak permasalahan yang melilit bangsa ini. Namun, tidak kunjung tuntas di selesaikan sampai ke akar permasalahannya. Misalnya, korupsi.

Kasus OTT (Operasi Tangkap Tangan) oleh lembaga anti rasuah KPK memberi kesan bahwa akutnya korupsi di negara ini sangat tinggi. Belum lagi kita berbicara dalam sektor yang lainnya.

Tingginya harapan masyarakat Indonesia di awal-awal Pemerintahan Jokowi, agar bangsa ini mampu bangkit dari keterpurukan. Tidak berbanding lurus dengan kinerja yang di tunjukkan oleh Pemerintah saat ini.

Era reformasi yang sedang kita nikmati dewasa ini tidak terlepas dari kemajuan teknologi informasi dan perangkat-perangkatnya. Fenomena media jejaring sosial, Face Book, Twiter, WhatsApp Grup dan lain-lain sehingga memungkinkan masayarakat mengakses informasi sedemikian luas dan saban waktu, sehingga sikap kritis masyarakat terhadap kebijakan Pemerintah yang dinilai tidak pro rakyat juga tinggi.

Sayangnya, masih banyak informasi yang bertebaran setiap detik, validitasnya tergolong hoaks. Sehingga pendekatan memajukan literasi masyarakat yang baik harus diperhatikan betul oleh Pemerintah secara serius.

Dalam era reformasi ini, Pemerintah harus jeli menyikapi berbagai kritik dari berbagai elemen masyarakat, baik itu melalui media-media sosial mapun aksi-aksi gerakan ujuk rasa, khususnya dari para aktivis maupun mahasiswa.

Bukan hanya jeli, tapi harus berjiwa besar dalam menanggapi maupun menyikapinya. Sikap seorang negarawan sejati harus di tunjukkan oleh Presiden Jokowi. Sehingga para pemangku kebijakan di bawahnya dapat mengambil suri tauladan, terutama para aparat penegak hukum sehingga tidak “membabi buta” dalam bertidak menghadapi setiap elemen-elemen masyarakat yang kritis terhadap pemerintah.

Sama kita maklumi bahwa, di alam demokrasi yang sedang kita arungi ini, hak setiap warga negara sama di mata hukum. Dan hak-hak berserikat, berkumpul serta berpendapat di jamin oleh konstitusi negara kita, inilah konsekwensi dalam berdemokrasi dengan segala resikonya. Dan sayangnya kita sering lupa bahwa demokrasi kita sejatinya immumitasnya adalah Panca Sila.

Sehingga pendekatan-pendekatan yang tidak elegan maupun represif (mengekang, menahan, menekan dan menindas) terhadap elemen-elemen masyarakat yang kritis terhadap Pemerintah, selayaknya di tinggalkan karena jelas bertentangan dengan ideologi negara kita, yaitu Panca Sila.

Hemat saya, satu-satunya cara yang humanis adalah mengedepankan pendekatan-pendekatan yang bersifat dialogis.

Kepekaan pemeritah atas kebijakan-kebijakan yang menyangkut hajat hidup masyarakat Indonesia baik itu pendidikan, ekonomi, sosial budaya maupun politik. Sejatinya sudah mengarah kepada pembelaan atau keberpihakan yang kongkrit terhahdap seluruh “Wong Cilik” di manapun itu.

Dan pada ahirnya di penghujung masa Pemerintahan Jokowi ini, tidak hanya mementingkan sekelompok maupun sebagian golongan saja. Mengingat kedepannya bangsa kita akan melalui apa yang sering kita sebut “tahun-tahun ” politik, khususnya di tahun 2019 mendatang. Konsentrasi Pemerintah dalam hal pembangunan tidak menutup kemungkinan akan sedikit terganggu, Agar rasa keadilan dapat di nikmati seluruh masyarakat Indonesia. Pemerintah dalam hal ini Presiden Jokowi harus konsisten atas amanah yang di embannya.

Dalam hal kebijakan strategis, hemat saya, Pemerintah tidak hanya menjalankan kebijakan yang “populis” demi mengejar elektabilitas melalui pencitraan semata dan berdampak jangka pendek yang tidak terasa manfaatnya secara jangka panjang.

Namun, harus memperhatikan kebijakan yang tidak “populis” juga. Tapi, berdampak positif dalam jangka panjang, terutama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Penguatan sendi-sendi ekonomi kerakyatan yang berbasis kemandirian, pendidikan yang terjangkau dan bermutuh bukan hanya murah, penyediaan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau, menciptakan lapangan kerja yang seluas-luasnya. Serta arah pendidikan nasional kita yang harus jelas orientasinya. Yang ahirnya melahirkan manusia-manusia Indonesia yang bermutu baik itu secara intelektual maupun akhlaknya.

Sehingga simpati maupun kepuasan masyarakat kepada Pemerintah bukan hanya sekedar sajian angka-angka statistik hasil jajak pendapat maupun survey-survey belaka, tapi benar-benar real apa adanya. Dan wibawah Pemerintah betul-betul terasa di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Dengan demikian, di ahir kepemimpinan Presiden Jokowi Dodo nantinya, ada yang membekas di hati seluruh rakyat Indonesia. []

 

Facebook Comments Box