Kemerdekaan Palestina Bukan Mimpi, Jika…
JAKARTA – Anggota Komisi I DPR RI H. Sukamta, PhD mengatakan okupasi Israel atas Palestina sudah 50 tahun terjadi sejak 1967. Meskipun sesungguhnya penjajahan Israel atas bangsa Palestina sudah terjadi sejak Israel deklarasi sebagai negara di tahun 1948 atau 69 tahun yang lalu.
Namun, menurut Sukamta, selama itu kemerdekaan Palestina secara penuh juga belum terwujud hingga hari ini meski perundingan demi perundingan, perjanjian demi perjanjian telah dilakukan.
Hal itu disampaikan politisi PKS itu pada Seminar Internasional dengan tema “50 years of Israeli’s occupation on Palestina Territories” yang diselenggarakan oleh Amnesty International bekerja sama dengan Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) Universitas Indonesia, Rabu 1 November 2017 di Kampus UI Salemba, Jakarta.
Acara tersebut juga dihadiri oleh Usman Hamid (Amnesty International), Lina Fattom (Amnesty International Palestine), Makarim Wibisono (pakar), M. Luthfi Zuhdi (direktur SKSG UI), Desra Percaya (Dirjen Asia Pasifik dan Afrika, Kemenlu RI) dan Kedubes Palestina.
“Ada faktor internal dan eksternal yang memengaruhi. Faktor internal di antaranya adalah ketidaksolidan Palestina. Faktor eksternal di antaranya adalah dinamika sikap politik elit negara-negara besar seperti misalnya AS di bawah Trump, menguatnya kelompok ultra kanan di Eropa dan negara-negara Timur Tengah sendiri yang sibuk dengan konflik masing-masing,” paparnya.
Sukamta menjelaskan, perkembangan kondisi internal Palestina hari ini cukup signifikan dengan ditandatanganinya rekonsiliasi antara Hamas dengan Fatah yang selama 1 dekade berseteru. Berbagai motif rekonsiliasi seperti faktor krisis kemanusiaan, ekonomi dan politik baik secara internal maupun eksternal turut memengaruhi terlaksananya rekonsiliasi ini.
“Namun terlepas dari itu semua, rekonsiliasi tadi patut kita rawat dan jaga karena dengannya salah satu syarat kemerdekaan telah terpenuhi, yaitu soliditas Palestina,” ujar politisi asal Dapil Yogyakarta ini.
“Indonesia sebagai salah satu anggota OKI dapat terus menggalang dukungan internasional untuk Palestina. Di antaranya dengan mendorong OKI agar membentuk komite khusus yang bertugas menindaklanjuti 23 isi kesepakatan KTT Luar Biasa OKI 2016 lalu di Jakarta yang lebih dikenal dengan Deklarasi Jakarta,” ujarnya.
“Termasuk untuk menindaklanjuti rekonsiliasi Hamas-Fatah agar tetap bertahan mengingat rekonsiliasi-rekonsiliasi sebelumnya mengalami kegagalan. Perlu juga didorong dukungan internasional untuk terus meningkatkan status keanggotaan Palestina di PBB,” sambung Ketua Bidang Pembinaan dan Pengembangan Luar Negeri DPP PKS ini.
Baginya, Indonesia dapat menularkan pengalamannya dalam mencapai kemerdekaan dengan dua jalur, yaitu jalur perjuangan senjata sekaligus perjuangan lewat jalur diplomasi di forum-forum internasional.
“Perjuangan perang gerilya Panglima Besar Jenderal Soedirman dengan tentaranya mampu menguatkan posisi tawar Indonesia di forum internasional yang mampu memaksa Belanda mengakui kemerdekaan Palestina secara penuh,” terang Sukamta.
“Dengan perjuangan senjata sekaligus perjuangan melalui diplomasi seperti itu, juga dengan soliditas Palestina dengan dukungan penuh internasional, kita harapkan jalan terang menuju Palestina merdeka bukanlah mimpi,” tutupnya. (S3)