Mengigat Kembali Perjalanan Sejarah UUD 1945

 Mengigat Kembali Perjalanan Sejarah UUD 1945

Bendera Negara Kesatuan Republik Indonesia

Oleh : Eko Nuriyatman, S.H., M.H, Dosen Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jambi

Munculnya kembali asas Demokrasi di Eropa abad XIX, yang di dalamnya terdapat hak-hak politik rakyat dan hak-hak asasi manusia secara individu merupakan merupakan tema dasar dalam pemikiran politik (ketatanegaraan).

Berdasarkan hal tersebut muncullah gagasan tentang cara membatasi kekuasaan pemerintah melalui pembuat konstitusi baik tertulis maupun tidak tertulis. Di atas konstitusi inilah bisa ditentukan batas-batas kekuasaan pemerintah dan jaminan atas hak-hak politik rakyat, sehingga kekuasaan pemerintah diimbangi dengan kekuasaan parlemen dan lembaga-lembaga hukum.

Sebagaimana telah diketahui di Indonesia yang dimaksud dengan konstitusi adalah UUD NRI 1945. UUD NRI 1945 sebagai konstitusi negara yang secara formal sekaligus sumber hukum tertinggi di Indonesia, telah memiliki konsep kedaulatan rakyat dalam penyelenggaraan kehidupan kehidupan kenegaraan Indonesia, sebagaimana yang tertuang dalam ketentuan Pasal 1 ayat (2) UUD NRI 1945, yaitu “Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.”

Dalam Ayat(2) tersebut merupakan hasil dari amandemen UUD NRI 1945 dan kita dapat melihat semua perbedaan ketentuan mengenai pelaksanaan kedaulatan rakyat, jika sebelumnya wewenangan penuh pelaksanaan kewenangan diberikan kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), maka pada proses amandemen ke-3 dilakukan penyempurnaan terhadap kewenangan MPR yang sebelumnya yang seolah tidak dibatasi oleh undang-undang.

Kedaulatan (kekuasaan) masih di tangan rakyat, sedangkan pelaksanaan tidak lagi dilakukan oleh MPR saja melainkan berbagai lembaga negara yang diatur dan menekankan pada kesesuaian pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Hal tersebut mampu meminimalisasi kesewenangan yang mungkin terjadi pada pelaksanaan kedaulatan rakyat. Namun dalam kenyataan empirik sepanjang sejarah berlakunya UUD NRI 1945 selalu menimbulkan pemerintahan yang tidak demokratis karena UUD NRI 1945 ini belum memenuhi syarat sebagimana dituntut oleh ajaran konstitusionalisme yang harus menutup pintu bagi pemerintahan otoriter.

Sebagaimana yang dipaparkan oleh Meriam Budiharjo bahwa “ajaran konstitusionalime yang tegas digagas lebih awal daripada konstitusi itu sendiri, mengajarkan bahwa penguasaan harus dibatasi kekuasaanya dan karena itu kekuasaan harus diperinci secara tegas.”

UUD NRI 1945 juga tidak begitu mengatur secara ketat mengenai perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) oleh negara dan tidak menetapkan penetapan kekuasaan secara tegas melalui check and balance sebagai ajaran konstitusionalisme di atas.

Perubahan terpenting dalam hal struktur kelembagaan pasa sistem Politik Indonesia diawali melalui empat kali perubahan atau yang kita kenal dengan amandemen UUD NRI 1945, sistem politik Indonesia berubah secara fundamental dari sistem otoritarial dengan pembagian kekuasaan yang tidak seimbang menjadi sebuah sistem politik yang demokratis dan lebih seimbang, serta dari sistem yang sentralistik menjadi desentralistik.
Sistem yang baru ini lah yang memuat pemisahan kekuasaan horizontal dari tiga institusi kunci, yaitu eksekutif, legislatif dan yudikatif.

Salah satu perubahan yang paling penting dilakukan pada tahun 2001 adalah ketika Panitia Ad Hoc (PAH) I MPR ditugaskan untuk membuat rancangan amandemen ketiga UUD NRI 1945. Rancangan Amandemen UUD NRI 1945 dari PAH I tersebut mengusulkan sistem bikameral atau sistem dua dewan didalam legislatif, selain sebagian perubahan lainya.

Dengan menerima rancangan itu, mayoritas anggota MPR telah setuju untuk menciptakan sebuah lembaga Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan semnjak 01 Desember 2004, 128 Anggota DPD memulai pekerjaanya sesuai dengan kompetensinya yang diatur dalam UUD NRI 1945 dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2003 Tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU Susduk).

Sebagai mana yang disampaikan oleh Mahfud.MD bahwa “langkah awal reformasi adalah reformasi konstitusi” hal ini adalah momentum yang bagus untuk untuk melakukan reformasi terhadap UUD NRI 1945. Ide mengenai Amandemen UUD NRI 1945 dengan cepat segera mengambil hati dan pikiran rakyat serta menjadi agenda pembicaraan oleh berbagai kalangan.

Perkembangan ini merupakan hal yang sangat mengembirakan karena selama tidak kurang dari 40 tahun sebelumnya bangsa Indonesia seperti dipersulit untuk menggagas Amandemen UUD NRI 1945.

Gagasan mengenai perlunya perubahan terhadap UUD NRI 1945 makin menunjukkan arah yang nyata ketika pemerintahan di pimpin oleh Presiden Habibi membentuk suatu panel dibawah kantor Wakil Presiden dengan beranggotakan Bagir Manan, Sri Soemantri, Jimly Ashiddiqie, Ismail Suny, Adnan Buyung Nasution, Yusril Ihza Mahendra, Harun Alrasyid, Abdul Kadir Besar selanjutnya perubahan politik yang terjadi sebagai hasil pemilihan umum tahun 1999 mengukuhkan MPR sebagai pengendali dalam proses perubahan, serta tidak menafikan peran serta masyarakat.

Dalam perkembangannya, gagasan melakukan perubahan terhadap UUD NRI 1945 terus berkembang serta menjadi keyakinan banyak pihak dan berbagai kelompok masyarakat. Sebagaimana diketahun UUD NRI 1945 berlaku dalam tiga periode (yaitu peiode 1945-1949, periode 1949-1950 dan periode 1959-1999) yang jika dikaitkan dengna sistem politik yang jika ditampilkan ternyata melahirkan politik yang otoriter dengan pemusatan kekuasaan da agenda politik di tangan presiden. Otoriterimse dibangun melalui cela-cela yang dibangun melalui UUD NRI 1945 yang asli itu sendiri.

Sebagai contoh UUD NRI 1945 yang asli menganut sistem executive hieven, membuat pasal-pasal ambigu, teralalu banyak membuat atribusi kewenangan untuk mengatur hal-hal yang penting diberikan kepada lembaga legislatif.

Dengan kekuasaan yang besar Presiden kemudian mendominasi penafsiran atas pasal-pasal yang ambigu, dengan kekuasaan membentuk undang-undang dengan visi dan misi sendiri, sehingga kekuasaan presiden dalam Pasal 4 ayat (1) , Pasal 7, Pasal 13 ayat (1 dan 2), Pasal 14, Pasal 15 dalam undang-undang dasar yang asli perlu pembatasan sehingga akan terwuduj sistem dan mekanisme check and balance dalam sistem Ketata Negaraan.

Perubahan UUD NRI 1945 merupak suatu peristiwa yang sangat penting bagi kehidupan suatu bangsa karena akan membawa pengaruh yang sangat besar dalam perkembangan sejarah kehidupan bangsa. Perubahan UUD NRI 1945 akan menentukan masa depan kehidupan bangsa dan menentukan kesejahteraan bangsa tersebut. UUD NRI 1945 merupakan hukum dasar yang tertulis bagi kehidupan bangsa Indonesia maka akan sangat mempengaruhi kehidupan bangsa Indonesia terutama didalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Mengigat pentingnya UUD NRI 1945 maka diperlukan sebuah pertimbangan yang sangat matang jika ingin ada perubahan. Perubahan tersebut haruslah bermanfaat untuk peningkatan kesejahteraan bangsa, sesuai dengan aspirasi rakyat serta perkembangan kehidupan bangsa Indonesia. Agar perubahan UUD NRI 1945 memiliki kekuatan hukum yang sah maka perubahan UUD NRI 1945 harus memiliki kekuatan/dasar hukum yang jelas.

Mengenai pandangan hukum diadakan perubahan/Amandemen UUD NRI 1945 dapat dijelaskan bahwa perubahan undang-undang dasar merupakan suatu peristiwa yang sangat penting bagi kehidupan suatu bangsa karna akan mempengaruhi sejara yang besar terhadap bangsa tersebut. []

Facebook Comments Box