AMPG Sebut Pengangkatan Aziz sebagai Ketua DPR Sah
JAKARTA – Ketua PP Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG) Donny Am Isman menilai, pergantian Ketua DPR RI dari Setya Novanto kepada Aziz Syamsuddin sah dan tidak akan menghadapi kendala. Hal itu menurut Donny karena Novanto telah melakukan pengunduran diri dan semua dokumen telah tersedia dari Partai Golkar.
Pergantian Novanto ke Aziz tak ada masalah. Karena itu sesuai dengan UU MD3. Berdasarkan UU 17/ 2014 Tentang MD3 pasal 87 ayat (1), Pimpinan DPR RI berhenti dari jabatannya karena meninggal dunia, mengundurkan diri, dan atau diberhentikan.
“Jika meninggal dan atau mengundurkan diri maka pergantian pimpinan DPR dapat dilakukan dengan mudah. UU 17/2014 Pasal 87 ayat (4) mengatur pergantian pimpinan DPR harus berasal dari partai politik yang sama,” kata Donny, pada wartawan, Jakarta, Senin (11/12/2017).
Seperti diberitakan sebelumnya, DPR RI khususnya Fraksi Golkar, hari ini disibukkan dengan pergantian pimpinan DPR RI. Setya Novanto dikabarkan telah mengajukan surat pengunduran diri kepada Pimpinan DPR. Mekanisme pemberhentian dan pergantian seorang pimpinan DPR RI diatur di dalam peraturan DPR RI tentang tata tertib.
“Pasal 39 mengatur tentang pemberhentian pimpinan DPR RI yang mengundurkan diri dan pasal 46 mengatur tentang proses pergantian secara umum baik yang karena meninggal, mengundurkan diri dan diberhentikan,” terang Donny.
Sementara itu, kader AMPG lainnya Danick Danoko menyampaikan bahwa dalam Pasal 39 tata Tertib DPR RI menyebutkan bahwa pimpinan DPR RI yang mengundurkan diri mengajukan surat pengunduran diri kepada Pimpinan DPR RI di atas kertas bermatrai.
Selanjutnya, lanjut Danick, pimpinan DPR RI mengadakan rapat pimpinan membahas surat pengunduran diri tersebut dan meminta nama pengganti kepada partai politik yang bersangkutan.
“Pada Pasal tersebut secara jelas menyebutkan bahwa domain penggantian nama pimpinan DPR RI yang mengundurkan diri adalah hak Partai Politik yang bersangkutan,” ujar Donny.
Selanjutnya terkait pergantian pimpinan DPR diatur dalam Pasal 46 Tata Tertib DPR. Ayat (1) menyebutkan bahwa dalam hal terdapat pimpinan DPR RI yang berhenti maka harus segera dilakukan pergantian. Pasal selanjutnya menjelaskan dalam hal pergantian pimpinan DPR tidak dilakukan secara keseluruhan maka pimpinan DPR meminta nama pengganti kepada Partai Politik melalui Fraksi. Dan Partai politik melalui fraksinya memberikan nama pengganti.
Dalam pasal ini pengganti pimpinan DPR RI juga disebutkan sebagai domain parpol. Peran Fraksi hanya melanjutkan surat dari parpol dengan membuat surat pengantar.
Danick juga menyebutkan, pada ayat (4) pasal 46 tatib DPR RI menyebutkan jika Pimpinan DPR sudah menerima nama pengganti dari Partai politik melalui Fraksi maka Pimpinan DPR menyampaikan nama penggantin tersebut dalam rapat paripurna.
Redaksi Pasal tersebut berbunyi: “Pimpinan DPR menyampaikan nama pengganti ketua dan atau wakil ketua DPR sebagaimana pada ayat (3) dalam rapat paripurna DPR untuk ditetapkan.
“Sesuai dalam pasal tersebut maka pimpinan DPR cukup menyampaikan nama penggantin dalam rapat paripurna untuk ditetapkan tanpa meminta persetujuan dari Rapat Paripurna. Pengertian kata ditetapkan penting untuk digarisbawahi karena dalam berbagai pasal di UU MD3 dan tata Tertib ada yang mengatur tentang penatapan dan ada yang mengatur tentang permintaan persetujuan dari rapat paripurna,” papar Danick.
Politisi Muda Partai Golkar ini mengungkapkan, dalam kasus terjadinya pengunduran diri dari pimpinan DPR RI dapat dilakukan dengan mudah. Syarat adiminstratif yang dibutuhkan hanyalah Surat pengunduran diri dari yang bersangkutan, surat pengajuan nama pengganti dari Parpol dan surat pengantar dari Fraksi kepada pimpinan DPR RI.
“Tidak ada ketentuan adminstratif lain seperti surat harus ditandatangani oleh Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal parpol dan atau Ketua dan Sekretaris Fraksi,” ujar Danick.
“Beda halnya dengan pemberhentian anggota DPR RI oleh Parpol seperti di dalam pasal 14 ayat (1) yang mempersyaratkan adanya surat dari Parpol yang ditanda tangani oleh Ketua Umum dan Sekjend Parpol. Hanya pasal 14 ayat 1 dalam tersebut yang mensyaratkan adanya tanda tangan dari ketua umum dan sekjend Partai politik dalam tata Tertib DPR RI. Sementara di UU MD3 tidak ada satupun pasal yang mengatur tentang syarat tanda tangan,” papar Danick.
Terkait surat Fraksi, lanjut Danick, tidak ada satupun pasal di UU MD3 dan Tata tertib DPR RI yang mewajibkan legalitas sebuah surat harus ditandatangani oleh Ketua dan Sekretaris Fraksi. Dalam semua pasal yang berkaitan dengan surat Fraksi hanya tertulis surat Fraksi tanpa ada ketentuan syarat adminstratif tanda tangan oleh Ketua dan Sekretaris. Dalam hal ini artinya surat Fraksi sah dan legal jika hanya ditandatangani oleh ketua dan atau sekretaris dan atau keduanya. (DAN)