‘Parpol dan Calon Kepala Daerah Jangan Tergoda Gunakan Isu SARA’
JAKARTA – Ketua Komisi III DPR dan Ketua Badan Bela Negara FKPPI Bambang Soesatyo (Bamsoet) meminta para Parpol dan Calon Kepala Daerah Jangan Tergoda Gunakan Isu SARA pada ajang Pilkada 2018 dan Pemilu 2019 mendatang.
Menurut Bamsoet, sekat-sekat bernuansa SARA yang cenderung ekstrim sepanjang 2017 akan meluas, jika para politisi masih tergoda menggunakan isu SARA (suku, agama, ras dan antar-golongan) dalam Pilkada serentak 2018.
“Tahun 2017 yang akan segera berakhir menyisakan persoalan cukup serius. Kodrat keberagaman bangsa sedang diuji, karena terbentuknya sekat-sekat bernuansa SARA. Kecenderungan ini mulai menimbulkan kekhawatiran di ruang publik. Masalah ini bahkan sering menjadi tema obrolan antar-individu maupun antar-kelompok masyarakat,” jelas Bamsoet pada keterangan tertulisnya, Ahad (17/12/2107).
Masalah ini, lanjutnya, harus disikapi dengan arif dan bijaksana agar skala persoalannya tidak tereskalasi pada 2018. Sekat-sekat ekstrim itu berpotensi menyebar ke daerah lain karena ada kekhawatiran isu SARA akan digunakan sebagai ‘bumbu penyengat’ dalam Pilkada serentak 2018.
Bersama KPU dan Bawaslu, jelas Politisi Golkar ini, juga Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian serta Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo sudah menyuarakan kekhawatiran itu. Persoalannya kini terpulang kepada para calon kepala daerah, partai politik (Parpol) pengusung calon kepala daerah dan tim-tim pemenangan.
“Idealnya, Parpol pengusung memiliki kemauan moral untuk melarang calon kepala daerah menggunakan isu SARA dalam merumuskan strategi pemenangan. Para calon kepala daerah pun harus mampu menahan diri dan menghindari penggunaan isu SARA,” paparnya.
Baginya, Parpol pengusung dan para calon kepala daerah pun harus efektif mengawasi dan mengendalikan tim pemenangan yang bergerak di akar rumput. Sebab, sebagai garda terdepan, anggota tim pemenangan paling berpeluang menggoreng isu SARA.
Bamsoet mengusulkan, untuk mencegah penggunaan isu SARA, masyarakat setempat dan para relawan independen pun perlu didorong untuk aktif melakukan pengawasan. Peran masyarakat sangat menentukan. Jika ada calon kepala daerah dan tim pemenangan yang nyata-nyata menyebarkan isu SARA, hendaknya dilaporkan kepada pihak berwajib untuk ditindak.
“Pilkada harus berujung pada tampilnya sosok kepala daerah yang kapabel sebagai pemimpin birokrasi daerah. Sosok yang peduli dan responsif terhadap keluhan warga, serta tahu apa yang paling dibutuhkan daerahnya,” ujarnya.
“Pilkada tidak boleh berujung dengan terpecah belahnya masyarakat dalam sekat agama dan etnis. Sekat-sekat seperti itu pada gilirannya akan merusak dan menyakitkan,” sambungnya. (B3)