8 Catatan Evaluasi dan Proyeksi Fraksi PKS DPR
JAKARTA – Ketua Fraksi PKS DPR RI Jazuli Juwaini mengatakan bidang ekonomi menjadi sorotan penting mengingat hal ini berhubungan langsung dengan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat.
Jazuli Juwaini mengatakan Pemerintahan Jokowi-JK pada awal memerintah memberikan harapan dan optimisme bahwa ekonomi akan meroket di tahun kedua dan seterusnya. Tapi, dalam evaluasi Fraksi PKS janji “ekonomi meroket” tersebut dinilai masih belum terlihat nyata.
“Kita apresiasi sejumlah capaian positif pemerintah antara lain pada percepatan pembangunan infrastruktur, meski demikian kita tidak boleh abai pada rendahnya capaian ekonomi secara umum terutama dalam aspek fundamental kesejahteraan rakyat,” terang Jazuli.
“Pertama, ekonomi Indonesia belum menunjukkan perkembangan menggembirakan. “Pertumbuhan ekonomi masih bergerak rata-rata 5.0 persen per tahun. Angka tersebut jauh dari target pemerintah dalam RPJMN 2015-2019 sebesar 7.0 persen per tahun. Dengan melihat capaian Pemerintah dalam tahun 2017, proyeksi target pertumbuhan 5,4 persen tahun 2018 diprediksi sulit tercapai. Untuk itu pemerintah harus kerja keras lagi tahun depan,” kata Jazuli, Jakarta, Sabtu (30/12/2017).
Kedua, lanjut Jazuli, kurang maksimalnya pertumbuhan ekonomi, pada gilirannya memengaruhi kemampuan pemerintah menekan persoalan sosial, seperti kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan pendapatan.
“Jumlah penduduk miskin melonjak pada Maret 2017. Sebagian besar tenaga kerja bekerja di sektor-sektor yang rendah dalam tingkat pendidikan, produktivitas dan upah. Sehingga, relatif sulit menekan ketimpangan pendapatan. Sementara itu, Pemerintah belum memiliki program yang efektif dalam mengatasi persoalan utama tersebut. Kebijakan Pemerintah selama ini masih bersifat tambal sulam. Praktis dalam tiga tahun terakhir ini angka kemiskinan dan pengangguran masih tinggi,” jelasnya.
Ketiga, pertumbuhan ekonomi yang rendah, diikuti dengan perlambatan peranan sektor-sektor penyerap tenaga kerja (labor incentive/tradable), seperti sektor pertanian, pertambangan, dan industri pengolahan. “Peranan sektor tradable terhadap pertumbuhan ekonomi semakin menurun karena minimnya stimulus pemerintah, baik segi pembiayaan maupun nonpembiayaan.”
Keempat, Kebijakan belanja Pemerintah yang difokuskan untuk pembangunan infrastruktur secara besar-besaran diprediksi belum akan memberikan dampak yang signifikan terhadap Perekonomian nasional pada tahun 2018. Pemerintah harus bisa mengantisipasi belum beroperasinya proyek infrastruktur seperti jalan tol, jalur kereta api, bandara, pelabuhan, dan proyek lainnya. Sehingga hambatan konektivitas yang selama ini menganggu jalur perekonomian yang menjadi kendala pada tahun 2017, bisa segera diatasi.
Kelima, Kinerja Pemerintah dalam mengendalikan inflasi beberapa tahun terakhir belum konsisten, sehingga menyebabkan peran inflasi dalam menjaga stabilitas perekonomian nasional masih belum optimal. Hal tersebut terlihat dari gejolak harga dari bahan-bahan kebutuhan pokok yang meresahkan masyarakat. Target inflasi yang dicanangkan sebesar 3,5 persen akan sangat sulit tercapai dalam tahun 2018. Kemampuan Pemerintah dalam mengendalikan tekanan inflasi terutama dari Inflasi Volatile food belum sepenuhnya optimal. Sehingga dikhawatirkan akan menganggu pertumbuhan konsumsi masyarakat.
Selain itu, ungkap Jazuli, Koordinasi kebijakan fiskal-moneter-sektor riil yang belum terlalu membaik serta konektivitas antar kawasan yang belum sepenuhnya bisa digunakan, dikhawatirkan akan berpengaruh terhadap keseimbangan pasokan dan permintaan barang pokok yang menjadi kebutuhan masyarakat.
Keenam, Pemerintah masih saja mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang tidak pro rakyat yang kemudian berdampak terhadap perekonomian masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung “Satu yang paling nyata adalah kenaikan harga-harga barang-barang yang diatur pemerintah, seperti bbm, listrik, dan biaya-biaya administrasi seperti pengurusan STNK, dan biaya-biaya lain termasuk kebijakan perpajakan yang memberatkan.” Akibatnya biaya hidup yang ditanggung masyarakat makin tinggi, terutama bagi penduduk dengan penghasilan 40 persen terbawah. Sementara itu penduduk ekonomi menengah mulai menahan belanja, yang tergambar dari lonjakan simpanan di sektor perbankan.
Ketujuh, sektor fiskal turut memunculkan kekhawatiran, karena tingginya defisit dan beban utang. Padahal, Indonesia baru saja memeroleh investment grade sebagai apresiasi terhadap pengelolaan fiskal sehat. Tantangan sektor fiskal mengarah pada sulitnya menggenjot pendapatan, khususnya sektor perpajakan di tengah-tengah kebijakan belanja infrastruktur yang terus melonjak. Hal ini menyebabkan kenaikan utang yang cukup tinggi, sehingga membebani kondisi fiskal pemerintah ke depan.
Kedelapan, tidak bisa dilupakan tahun 2018 dan 2019 adalah tahun politik. Risiko politik yang terdapat dalam Pilkada serentak di 171 titik (Provinsi, Kabupaten dan Kota), akan berdampak terhadap stabilitas keamanan dan ketertiban. Pemerintah harus bisa menjamin pelaksanaan Pilkada tersebut berjalan dengan lancar dan tertib. Bisa dipastikan para investor akan menahan diri untuk berinvestasi pada tahun 2018, hingga kondisi politik benar-benar stabil. Kondisi tersebut akan berdampak terhadap arus investasi yang akan tertahan, sehingga akan menyebabkan pencapaian target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4 persen akan sulit untuk tercapai.
Dengan seluruh catatan evaluasi di atas, Fraksi PKS berharap di sisa pemerintahan Jokowi-JK yang tinggal dua tahun akan ada perbaikan signifikan. Pemerintah harus bekerja keras untuk itu.
“Tahun 2018, ekonomi global diproyeksi membaik dan diharapkan dapat berdampak positif bagi ekonomi nasional. Kekuatan ekonomi masih bertumpu pada konsumsi rumah tangga. Stimulus berupa pesta demokrasi secara serentak menjadi bagian yang tidak terpisah dari optimisme pencapaian pertumbuhan ekonomi 2018. Namun demikian, pemerintah diharapkan tidak mengintervensi ekonomi dengan kenaikan harga-harga barang, yang berpotensi menekan daya beli,” pungkasnya