‘Lebih Banyak Penegak Hukum yang Baik, kok Seolah Mereka…’

 ‘Lebih Banyak Penegak Hukum yang Baik, kok Seolah Mereka…’

Anggota Komisi III DPR RI Ir H Adies Kadir, SH, M.Hum

SURABAYA – Seseorang yang hidup bermasyarakat bisa saja bertindak menentang hukum, atau melanggar hak-hak asasi orang lain dengan dalih melakukan hal yang diyakininya benar. Hal ini tentu sangat merugikan orang di sekitarnya.

Hal itu disampaikan Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Golkar Adies Kadir yang juga Doktor Hukum itu seperti disampaikan kepada redaksi lintasparlemen.com, Surabaya, Selasa (2/1/2018).

“Yang menang merasa paling benar, pihak kalah pasti tidak terima, karena merasa benar tadi. Tetapi dikalahkan oleh hakim. Disinilah awal masalah itu muncul dalam proses penegakan hukum,” kata Adies.

“Mulailah pihak yang kalah mencari jalan untuk bisa menang kembali, kemudian mengajukan Peninjauan Kembali (PK), dengan alasan ada kesalahan yang nyata dari putusan hakim atau di temukan lagi bukti-bukti baru, bahkan bisa juga karena ada perlawanan dari pihak ketiga,” sambung Adies.

Alasan itu, ujar Adies, yang menyebabkan kepastian hukum di negara ini tidak pernah selesai. Yang paling celaka, jika keputusan PK menganulir putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap atau inkrah.

Sehingga, lanjut Politisi Golkar ini, lembaga peradilan di Indonesia menjadi lembaga yang dianggap kurang dipercaya oleh masyarakat atas keputusan tersebut.

“Padahal banyak keputusan MA yang menghukum para koruptor bahkan memperberatnya, tapi itu akan tertutup dengan satu atau dua putusan yang memotong masa tahanan koruptor atau membebaskannya,” terang Adies.

“Bagaimana seorang Artidjo Alkostar Hakim Agung yang menghukum koruptor tanpa tedeng aling aling, dan sudah tidak terhitung banyaknya putusan tersebut? Masih pantaskah kita menuding lembaga peradilan tak mencerminkan rasa keadilan?”

“Belum lagi kekuasaan kehakiman di nodai oleh sebagian kecil (14 orang dari 7.989 orang Hakim), yang terjaring kasus korupsi.” (HMS)

Facebook Comments Box