Komisi VIII Minta Kemenag Tingkatkan Pengawasan
JAKARTA – Kementerian Agama RI diminta meningkatkan pengawasan terhadap biro-biro pengelolaan haji yang merugikan calon jemaah umroh. Pengawasan ini penting untuk menghindari agar kasus penipuan terhadap jamaah umroh oleh PT SBL tidak terulang.
Permintaan ini disampaikan Anggota Komisi VIII DPR RI Deding Ishak dalam siaran pers yang diterbitkan di Jakarta, kemarin. “Kemenag harus tegas untuk menindak biro-biro perjalanan haji yang abal-abal. Cabut izinnya,” kata Deding yang juga anggota Fraksi Partai Golkar DPR RI ini.
Menurut Deding, Kemenag harus selektif dalam memberikan izin kepada biro-biro perjalanan haji. Persyaratannya perlu diperketat. Jika tidak memenuhi syarat jangan diterbitkan izinnya.
“Kalau perlu evaluasi lagi seluruh izin biro-biro perjalanan yang sudah ada,” ujarnya.
Deding berpendapat, Kemenag harus bekerjasama dengan Kapolri untuk mengusut kasus-kasus penipuan yang dilakukan oleh biro perjalanan haji. Bahkan dengan kerjasama itu Deding mengharapkan setiap Polda atau Polres membuka loket pengaduan bagi korban penipuan oleh biro perjalanan haji.
“Saya yakin bukan hanya first travel dan PT SBL saja yang terbukti menipu calon jemaah haji dan umroh. Sebab kalau dibuka loket khusus pengaduan di kepolisian saya yakin akan lebih banyak lagi biro-biro perjalanan haji yang nakal dan menipu calon jemaah haji dan umroh,” demikian Deding yang juga Ketua Umum DPP Majelis Dakwah Islamiyah (MDI) ini.
Sebelumnya, Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Jawa Barat mengamankan AJW dan ER, dua orang pengelola biro perjalanan haji dan umrah PT SBL. Perusahaan tersebut diduga melakukan pelanggaran penyelenggaraan ibadah umrah dengan korban sedikitnya 12.845 jemaah.
Dalam praktiknya, perusahaan yang berkantor di Bandung ini membuka jasa perjalanan ibadah haji plus dan umrah. Calon jamaah umrah menyerahkan biaya bervariasi sekitar Rp 18 hingga 23 juta. Tercatat sudah 30.237 jamaah yang mendaftar untuk umrah. Namun tidak semuanya bisa berangkat.
Dari angka tersebut, lanjutnya, hanya 17.383 orang yang diberangkatkan. Sisanya, 12.845 jemaah tidak bisa berangkat karena ketidakmampuan manajemen untuk membiayai keberangkatan.
“Dari seluruh jamaah yang belum diberangkatkan, PT SBL telah menerima sedikitnya Rp 300 miliar. Uang tersebut diduga digunakan tersangka untuk kepentingan pribadi,” terang Deding.
Selain itu, ujarnya, tercatat pula 117 orang mendaftar ke PT SBL sebagai jamaah haji plus. Padahal PT SBL tidak memiliki izin penyelenggara haji plus. Until jasa ini, masing-masing jamaah membayar biaya sekitar Rp 110 juta. Dengan demikian, dana terkumpul dari perjalanan haji plus ini sekitar Rp 12,8 miliar. (Syamsuddin)