‘Materi Khotbah sebagai Bahan Referensi Cegah Money Politik dan SARA, Bisa Dipakai Bisa Tidak…’
JAKARTA – Saat ini Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sedang menyusun pedoman materi khotbah menjelang Pilkada Serentak 2018. Dalam proses penyusunan materi khotbah tersebut akan melibatkan pemuka agama untuk menghindari politik SARA dan money politics.
Bagi Bawaslu, dalam materi khotbah disusun bersama tokoh-tokoh agama itu punya norma hukum jelas. Yakni sebagaimana dalam UU, money politics dan SARA dilarang ancamannya pidana. Itu sesuai dengan UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada, Pasal 69 huruf b dan c.
“Soal sanksi yang dikenakan ya tergantung, sesuai dengan pelanggaran yang ditemukan oleh Bawaslu di lapangan. Tinggal nanti tergantung bagaimana pembuktian kami dalam proses pengkajian atas laporan dugaan pelanggaran pilkada,” kata Anggota Bawaslu RI Rahmat Bagja kepada wartawan, Jakara, Ahad (11/2/2018).
Rahmat menyatakan, materi khotbah itu nantinya sebagai referensi atau acuan para pendakwah dalam menyampaikan pesan-pesan agamanya pada umat beragama di Indonesia masing-masing. Ia berharap dengan adanya materi tersebut, politik uang dan SARA bisa berkurang.
“Insya Allah akan kami undang para pemuka agama untuk menyusun materi khotbah yang akan diberikan kepada ormas-ormas untuk jadi bahan referensi,” terang Rahmat.
Saat ditanya, apa tujuan dari materi khotbah tersebut? Bagja menjelaskan, sebagai langkah pencegahan yang ditempuh untuk menghindari politik uang dan politisasi SARA.
“Ya urgensi-nya tentu untuk pencegahan, pencegahan terhadap politisasi SARA dan politisasi uang di seluruh daerah yang menggelar Pilkada,” terang Rahmat.
“Ini bahan referensi (dalam berkhotbah), ya bisa dipakai bisa tidak. Tapi kami sarankan untuk digunakan, contoh saat pemilihan pasangan calon. Misalkan Teman-teman bingung, silakan pilih sesuai keyakinan agama anda, yang dipilih program kerjanya, hal-hal itulah yang kemudian diceramahkan. Ini kan sebagai bahan referensi berkhotbah untuk semua agama di Indonesia untuk mengingatkan tentang antipolitik SARA, dan antipolitik uang,” sambungnya.
Rahmat juga membantah aturan yang dibuat oleh pihaknya belajar dari pengalaman Pilkada DKI 2017. Rahmat mengungkapkan program itu sudah lama dirumuskan hanya saja menjelang pilkada 2018 pihak baru akan mengundang para pemuka agama menyusun materi khotbah tersebut.
“Sebenarnya program ini sudah lama. Materi pencegahan ini bukan hanya dari Pilkada DKI. Kami tidak mengatakan Pilkada DKI jelek, tapi Pilkada DKI kan tensinya naik gara-gara (SARA) itu. Nah oleh sebab itu, kami ingin tensinya diturun lagi. Sehingga materi khotbah baik dan dapat diterima masyarakat dan tidak membela Paslon tertentu,”pungkas Rahmat. (HMS)