Ketua DPR Minta Freeport Utamakan Kepentingan Pekerja dan Masyarakat Setempat

 Ketua DPR Minta Freeport Utamakan Kepentingan Pekerja dan Masyarakat Setempat

JAKARTA – Ketua DPR RI Bambang Soesatyo meminta PT Freeport Indonesia segera menyelesaikan permasalahan tenaga kerja di perusahaan tersebut. Bamsoet berpesan agar kepentingan perusahaan harus sejalan dengan kepentingan pekerja, masyarakat setempat, serta bangsa dan negara Indonesia.

“Saya yakin Freeport mampu menyelesaikannya dengan baik. Kami di DPR RI melalui Komisi IX maupun Tim Pengawas Otonomi Khusus Papua siap memfasilitasi komunikasi guna menyelesaikan masalah yang dihadapi Freeport dengan para pekerjanya,” ujar Bamsoet saat menerima perwakilan PT. Freeport Indonesia di ruang kerja Pimpinan DPR, di Jakarta, Rabu (7/3).

Saat menerima perwakilan PT. Freeport Indonesia, Bamsoet didampingi Ketua Komisi IX DPR RI Dede Yusuf, Anggota Komisi IX Syamsul Bachri dan Anggota Komisi VII Peggi Patrisia Pattipi

Bamsoet menekankan, agar permasalahan yang ada diselesaikan berdasarkan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dan peraturan perundang-undangan yang  ada. Sehingga kepentingan rakyat Papua dan pekerja dari berbagai daerah di PT Freeport Indonesia terjembatani dengan baik,  tanpa merugikan Freeport.

“Saya mengajak semua pihak, baik Freeport maupun pekerja, marilah berpegang teguh pada aturan yang berlaku. Jika komitmen terhadap peraturan ditegakan, saya yakin semua persoalan bisa diselesaikan dan tidak akan ada yang menjadi korban,” ujar Bamsoet.

Sebelumnya, Executive Vice President Human Resources (EVP – HR) PT Freeport Indonesia Achmad Ardianto, menjelaskan kondisi Freeport masih dalam proses ketidakpastian terkait kelangsungan operasi perusahaan di tahun-tahun mendatang. Produktivitas saat ini juga terkendala karena pembatasan ekspor.

“Sebagai bagian efisiensi dalam mengelola ketidakpastian operasional, pada awal 2017 perusahaan menyiapkan rencana operasional baru yang mengharuskan 823 pekerja dirumahkan, karena posisi pekerjaan mereka dihilangkan,” ujar Ardianto.

Ardianto menjelaskan, upaya pemberhentian 823 pekerja tersebut mendapat tentangan dari sejumlah pekerja. Efeknya, pada awal April 2017 sebanyak 3.200 pekerja langsung dan 600 pekerja kontraktor berdemonstrasi dan tidak bekerja sesuai jadwal. Demonstrasi bukan karena gagalnya perundingan sebagaimana diatur dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dan peraturan perundangan, namun karena solidaritas.

“Perusahaan sudah berkali-kali melakukan beragam upaya menghimbau para pekerja agar kembali bekerja, baik melalui surat resmi kepada mereka, maupun berbagai cara lainnya. Seperti iklan di surat kabar, poster, surat kepada pemimpin komunitas, maupun pengumuman di masjid dan gereja,” jelas Ardianto.

Ardianto menjelaskan, pihak PT Freeport Indonesia telah melakukan beberapakali mediasi dengan serikat pekerja. Serikat pekerja sendiri mengajukan tiga tuntutan. Dua tuntutan disetujui perusahaan, yakni penghentian efisien pekerja dan bagi yang ingin kembali bekerja diberi kesempatan dengan melamar posisi kontraktor sesuai rencana operasional baru.

“Tuntutan ketiga tidak disetujui oleh perusahaan, yakni pekerja yang terkena efisiensi karena melakukan demonstrasi dikembalikan bekerja tanpa diberi sanksi apapun. Karena poin ketiga ditolak perusahaan, para serikat pekerja menolak semua kesepakatan,” tutur Ardianto.

Saat upaya tersebut tidak berhasil, Freeport menilai tidak kembalinya para pekerja dianggap mengundurkan diri sukarela. Sehingga total jumlah pekerja yang dirumahkan PT. Freeport Indonesia hingga Maret 2018 menjadi 4.909 pekerja, baik pekerja langsung dan pekerja kontraktor. (hms)

Facebook Comments Box