Jelang Puasa Ramadhan, DPR: Masak Cadangan Beras Pemerintah Tidak Ada!?
JAKARTA – Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Viva Yoga Mauladi menilai Bulog ibarat sapi perah untuk program-program pencitraan pemerintah saat ini. Saat kondisi cadangan beras pemerintah minus, di sisi lain Bulog tak mampu menyerap gabah atau beras para petani.
Viva yang juga politisi PAN ini mendesak pihak pemerintah segera mencari upaya preventif dan solutif dalam mengatasi permasalahan tersebut. Utamanya, beberapa bulan ke depan, akan masuk bulan Ramadhan membuat kebutuhan atau permintaan akan beras melambung tinggi.
Untuk itu, Viva mendesak pemerintah menjalankan amanat Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan terkait pembentukan Lembaga Pangan Nasional. Di mana Lembaga Pangan Nasional itu nantinya, sebagai regulator pangan secara nasional. Lembaga ini, sangat dibutuhkan untuk membenahi segala macam masalah pangan yang terjadi di Indonesia.
“Oleh Pemerintah, Bulog dibuat tidak berdaya, dan dijadikan sebagai sapi perah untuk program-program pencitraan pemerintah. (Ini) sangat memprihatinkan,” kata Viva seperti dikutip web site resmi DPR saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi IV DPR dengan Dirut Perum Bulog di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (13/3/2018) kemarin.
Viva mengungkapkan, sesuai penjelasan Dirut Bulog dalam RDP tersebut, per 12 Maret 2018 cadangan beras pemerintah minus 27.888 ton. Itu artinya, pemerintah berutang beras Bulog yang stoknya jumlah 642.612 ton.
Padahal sempat disampaikan Menteri Pertanian Amran Sulaiman, Indonesia surplus beras. Alasan itu sehingga Viva mempertanyakan sinerji kedua lembaga tersebut. Di mana letak beras yang katanya surplus itu? Apakah masih ada di tangan petani, pedagang atau pengusaha beras? Ataukah di Bulog?
“Ini sangat parah, masak cadangan beras pemerintah tidak ada! Idealnya cadangan beras pemerintah diputuskan dalam pembahasan RAPBN. Jika dikatakan Menteri Pertanian (Amran Sulaiman) bahwa Indonesia surplus beras. Lalu pertanyaannya, beras tersebut posisinya ada di mana. Saya melihat Bulog dihadapkan pada posisi yang serba salah. Bulog tidak punya kemampuan untuk melakukan penyerapan gabah petani. Mengingat Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang ditetapkan pemerintah kepada Bulog dalam membeli beras petani jauh lebih rendah dari harga dipasaran,” jelasnya.
Sesuai Inpres Nomor 5 Tahun 2015, HPP bagi Bulog dalam membeli gabah kering panen adalah sebesar Rp 3700 per kilogramnya, gabah kering giling Rp 4600. Sedangkan harga beras medium sebesar Rp 7300. Harga tersebut jauh dibawah harga pasaran.
Alasan itu membuat para petani lebih memilih menjual ke pasaran dibanding ke Bulog. Bagi Viva, saat ini Bulog tak memiliki kemampuan menyerap gabah atau beras petani. Sementara itu, pemerintah pun belum mau merevisi HPP.
“Dengan kata lain, problemnya adalah kemampuan Bulog dalam menyerap gabah petani tidak dilindungi oleh peraturan, karena situasi dan kondisi di lapangan yang menyebabkan Bulog kesulitan dalam melakukan penyerapan. Hal tersebutlah yang membuat cadangan beras pemerintah minus. Ini sangat memprihatinkan. Ini situasi darurat pangan. Kasihan, Bulog dibuat tidak berdaya,” berang Viva. (HMS)