Dailami Firdaus: Perpres Tenaga Kerja Asing Bertentangan dengan Pasal 27 UUD 1945, Harus Dicabut…
JAKARTA – Profesor DR Dailami Firdaus menilai kebijakan Pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing bertentangan dengan pasal 27 UUD 1945. Prof Dailami menyebut Presiden Jokowi tak paham persoalan yang dihadapi rakyat.
“Ini menujukkan Pemerintah tidak memahami persoalan masyarakat dan tidak ada keberpihakan Pemerintah terhadap kepentingan nasional,” kata prof Dailami saat dihubungi wartawan, Senin (23/4/2018).
Menurut Prof Dailami, kebijakan Jokowi itu telah mencederai pekerja lokal, khususnya SDM lokal yang kekurangan pekerjaan. Ia mengaku tak bisa membaca pikiran Jokowi membolehkan TKA bekerja di Indonesia di tengah kurangnya lapangan kerja bagi pekerja lokal.
“Ini tentunya bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 27 di mana mengabaikan hak rakyat untuk mendapatkan hidup yang layak. Aturan ini tersebut dapat mempersempit jumlah lapangan bagi pekerja lokal. Regulasi tersebut dinilai memudahkan pekerja asal China menyerbu Indonesia,” jelas Prof Dailami.
Anggota DPD RI asal DKI Jakarta ini mengungkapkan, kebijakan Jokowi itu juga bertentangan dengan UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam aturan itu dijelaskan bahwa tenaga kerja yang boleh bekerja di Indonesia harus punya keterampilan tertentu atau skill.
“Syarat kedua setelah memiliki skill, dia mengerti bahasa asing yang menyebabkan skillnya atau teknologinya bisa ditransfer ke orang local. Sementara yang ada saat ini kenyataan di lapangan mereka tidak paham Bahasa Indonesia,” terangnya.
Untuk itu, ia meminta Perpers itu dicabut karena bukan melindungi tenaga kerja lokal dan tak menyerap tenaga kerja lokal.
“Sementara di sisi waktu bersamaan, Indonesia tengah menuju bonus demografis, di mana jumlah angkatan kerja terus bertambah dan puncaknya diperkirakan tahun 2020 sampai 2030. Sementara lapangan pekerjaan yang tersedia terbatas, ini akan memunculkan masalah sosial baru. Artinya sebaiknya pemerintah lebih baik menggenjot pembangunan SDM lokal dan suprastruktur dalam negeri agar banyak diserap industri dan bisnis,” jelasnya.
“Menurut saya Perpres 20 Tahun 2018 ini bentuk kepanikan dan ketidaksiapan disaat Pemerintah membuka kran investasi sebesar-besarnya. Untuk itu, selanjutnya kewajiban pemerintah untuk meningkatkan kualitas SDM warga negaranya secara sungguh sungguh,” sambungnya.
Prof Dailami menegaskan, dikeluarkannya Perpres tersebut justru makin mempertegaskan bahwa kebijakan pemerintah tidak pro pada rakyat. Selain itu, dikeluarkannya kebijakan itu sebagai bentuk kegagalan dari janji kampanye Jokowi untuk menyediakan lapangan kerja bagi Warga Indonesia.
“Sebagai Anggota DPD RI Provinsi DKI Jakarta saya sangat Prihatin sekali dengan kondisi ini, disaat anak-anak lulusan baru dan usia Produktif sedang sibuk dan Binggung serta sulit Mencari Kerja serta sulit, pemerintah justru memberikan kesempatan kepada pihak asing. Pointnya, Pemerintah sangat jelas Gagal dalam mengelola perekonomian terutama dalam hal penyediaan lapangan kerja sesuai dengan janji-janjinya,” tutupnya. (HMS)