Langkah Kemenristekdikti Pantau Medsos Mahasiswa Dinilai Berlebihan
JAKARTA – Anggota Komisi X DPR RI Dadang Rusdiana melihat, rencana Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) yang akan memantau media sosial mahasiswa dan nomor seluler dosen untuk mencegah radikalisme di kampus dinilai berlebihan. Seharusnya, pemantauan itu dilakukan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika, dan Kepolisian.
“Pemantauan konten media sosial kan bisa dilakukan oleh Kemenkominfo dan Kepolisian, maupun masyarakat itu sendiri. Setiap ujaran kebencian, provokasi maupun ajakan untuk makar kan sudah ada undang-undang yang mengaturnya. Jadi Kemenristekdikti tidak usah terlalu berlebihan juga,” kata Dadang melalui pesan singkatnya kepada Parlementaria, Jumat (8/6/2018).
Politisi Partai Hanura itu menambahkan, yang harus dilakukan Kemenristekdikti adalah monitoring pada kegiatan pembelajaran dan kegiatan kemahasiswaan, bukan terlalu jauh pada ponsel dan medsos. Menurutnya, melakukan pemantauan terhadap medsos dan ponsel merupakan kewenangan kementerian dan lembaga lain, yang sesuai dengan amanat Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
“Yang menjadi porsi Kemenristekdikti adalah mengembangkan kehidupan kampus yang lebih demokratis dan bertanggungjawab. Jadi kampus harus menjadi tempat menimba ilmu yang menyenangkan bagi mahasiswa dan senantiasa memupuk kehidupan yang lebih konstruktif,” papar Dadang.
Ia menambahkan, model pembelajaran kampus serta kegiatan-kegiatan kemahasiswaan harus menjadi perhatian Kemenristekdikti agar benar-benar berkualitas. Maka dengan sendirinya paham-paham radikalisme tidak akan berkembang di kampus.
“Jadi Kemenristekdikti harus bekerja sesuai tupoksinya dan fokus pada tugasnya, sedangkan pemantauan medsos itu serahkan pada Menkominfo. Kalau ada pelanggaran pidana atau makar kan juga sudah ada polisi,” imbuh politisi dapil Jawa Barat itu.
Sebelumnya, Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir mengatakan pihaknya akan memantau media sosial mahasiswa untuk mencegah radikalisme di kampus.
“Kami melakukan pendataan, baik pada dosen maupun mahasiswa. Nomor telepon seluler dosen kami catat begitu juga dengan media sosial mahasiswa akan didata. Kami akan catat semua,” ujar Nasir di Jakarta, baru-baru ini.
Menurut Nasir apa yang dilakukan oleh pihaknya bukan untuk membatasi gerak insan akademis, namun untuk mencegah berkembangnya radikalisme di kampus. Bahkan apa yang akan dilakukan oleh pihaknya bukan berarti menggangu kerahasiaan mahasiswa. Nasir menambahkan pihaknya telah melakukan sejumlah upaya agar radikalisme tidak berkembang di kampus. (Sof)