Pemerintah Pantau Media Sosial Dosen Mahasiswa, DPR Ingatkan Dampaknya bagi Dunia Akademik

 Pemerintah Pantau Media Sosial Dosen Mahasiswa, DPR Ingatkan Dampaknya bagi Dunia Akademik

Wakil Ketua Komisi X DPR RI dari Fraksi Gerindra Sutan Adil Hendra (SAH) (foto: dpr.go.id)

JAMBI – Wakil Ketua Komisi X DPR RI Sutan Adil Hendra (SAH) menanggapi rencana Menristekdikti untuk mengawasi akun media sosial mahasiswa dan dosen sebagai suatu perilaku paranoid yang mengintervensi ranah pribadi bahkan mengancam independensi dunia akademik.

Pernyataan ini disampaikan SAH ketika menghadiri acara buka puasa bersama dengan anak yatim piatu di Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) Jambi (8/6) kemarin.

“Pemerintah jangan terlalu paranoid akan sinyalemen terpaparnya kampus oleh paham radikal, karena walau bagaimanapun media sosial merupakan hak pribadi setiap mahasiswa, tanpa perlu diawasi secara berlebihan,” ungkapnya.

Bahkan tindakan ini menurutnya bisa mengekang kreatifitas dunia akademik yang independen menjadi sesuatu yang stagnan, kurang dinamika pemikiran, penelitian, pengabdian dan pengajaran sebagai tri dharma perguruan tinggi.

Apalagi dalam rencana pelaksanaannya pemerintah melalui rektorat mewajibkan mahasiswa untuk melaporkan setiap account media sosial seperti FB, Twitter, Whats App, lengkap dengan nomor phone serta email untuk kemudian dimasukan ke dalam sistem yang mengawasi interaksi mereka kemana saja dan dengan siapa saja.

Karena menurut pria yang akrab disapa SAH tersebut banyak solusi lain yang lebih efektif dan elegan yang bisa dilakukan pemerintah.

“Banyak solusi yang efektif dan elegan menurut saya, salah satunya dengan mengoptimalkan dosen pembimbing untuk membina persuasif mahasiswa, termasuk dengan acara seminar, kajian ataupun training – training kebangsaan pada organisasi intern kampus.”

Karena kasus paham radikal ini masuk ke dunia kampus sebenarnya merupakan kondisi kritik akan kultur akademik di kampus kita.

Selama ini mohon maaf atmosfer akademik ini gagal dibangun di tiap kampus, yang ada mahasiswa hanya dihadapkan pada birokrasi perkuliahan, tanpa kultur akademik yang kuat.

Akibatnya dari ini mahasiswa mencari sesuatu yang lebih menantang untuk dilakoni, di sinilah kata kuncinya, agar pemerintah berbenah, bagaimana kampus – kampus punya kultur akademik yang kuat yang bisa membentengi diri dari radikalisme,” tandasnya. (Sof)

Facebook Comments Box