Ajukan Hak Angket Irawan, Demokrat: Polisi Itu Penegak Hukum, Bukan Politisi
JAKARTA – Wakil Ketua Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat Erma Suryani Ranik menilai pengangkatan Komjen M. Irawan sebagai PJ Gubernur Jawa Barat telah melanggar hukum.
“Dengan ini kami sampaikan bahwa Presiden melalui Mendagri secara nyata telah melakukan pelanggaran Pasal 28 ayat 1 UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI yang menyatakan bahwa Anggota POLRI dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian,” jelas Erma seperti keterangan tertulisnya, Selasa (19/6/2018).
“Komjen M.Irawan adalah polisi aktif, tidak mengundurkan diri atau telah pensiun saat diangkat oleh Mendagri pada 18 Juni 2018,” sambung Erma.
Menurut Erma, Pemerintah secara nyata dan terang telah terindikasi kuat hendak menjadikan Polri sebagai alat politik penguasa untuk kepentingan pilkada 2018 umumnya dan Pilkada Jabar khususnya.
Untuk itu, tegas Erma, sulit untuk disangkal bahwa salah satu Paslon dalam Pilkada Jabar adalah Pensiunan Jendral Polisi. Penempatan Komjen M.Irawan sebagai PJ Gubernur Jabar adalah upaya nyata dan terang terangan pemerintah dalam memenangkan salah satu paslon di Pilkada Jabar.
“Langkah pemerintah di Jabar pada 2018 kami duga adalah konsolidasi awal untuk menjadikan Polri sebagai alat politik untuk agenda Pileg dan pilpres 2019. Mengapa Komjen M.Irawan seorang Polri aktif dipilih jadi PJ Gubernur Jabar bukan di Kalbar ???,” ungkap Erma.
“Padahal oleh Kapolri sendiri Kalimantan Barat diidentifikasikan sebagai daerah rawan konflik pertama dari 117 Pilkada 2018 seluruh Indonesia ? Jawabannya sederhana, yakni karena jumlah penduduk Jabar yang sangat besar. Hampir 20 persen penduduk Indonesia,” terangnya
Erma menyampaikan, sukses menjadikan Polri sebagai alat politik pada Pilkada 2018 di Jabar akan memudahkan untuk dilakukan hal yang sama di wilayah lainnya di Indonesia.
“Karena alasan alasan di atas kamu sampaikan bahwa Fraksi Partai Demokrat DPRRI berikhtiar mengajak seluruh fraksi untuk mendukung Hak Angket Terkait Pelanggaran UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Prasyarat hak angket adalah diajukan oleh minimal 25 orang anggota DPR dan lebih dari satu fraksi. Kami akan bekerja keras untuk menggalang dukungan agar Hak angket ini dapat terlaksana,” sebut Erma.
“Kami mengajak seluruh seluruh komponen bangsa meluruskan kembali posisi POLRI sesuai dengan pasal 13 UU no 2 tahun 2002 yakni : (1) memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat. (2). Menegakan Hukum (3) memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan pada masyarakat.”
“Kita ingat, susah payah rakyat dan mahasiswa pada awal reformasi 1998 dengan dukungan politik di MPR berhasil menghapus dwifungsi TNI/POLRI. 20 tahun konsilidasi politik kita berhasil. Demokrasi berjalan baik. TNI dan POLRI menjalankan tugasnya. Kini pada Pilkada 2018, pemerintah merusaknya. Mereka terang terangan hendak membuat polisi jadi politisi.”
“Karena itu jangan kita biarkan, mari kita berkerja sama untuk luruskan : KEMBALIKAN MARWAH POLRI SEBAGAI PENEGAK HUKUM.” (Hilman)