Ketua DPR: Mobil Listrik Harus Jadi Gaya Hidup Baru

 Ketua DPR: Mobil Listrik Harus Jadi Gaya Hidup Baru

Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto bersama Ketua DPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) bersama Tokoh Senior Golkar Theo L Sambuaga saat nonton bareng (Nobar) memantau jalannya Pilkada Serentak 171 daerah di kantor DPD Partai Golkar DKI Jakarta, Rabu (27/06/18).

JAKARTA – Ketua DPR RI Bambang Soesatyo (Bamseot) menegaskan salah satu solusi persoalan subsidi BBM dan naiknya harga BBM di Indonesia adalah dengan mendorong penggunaan kendaraan elektrik atau electric vehicle (EV).

Bagi Bamsoet, gaya hidup dengan kendaraan elektrik harus digalakkan dengan mengekspos besar-besaran penggunaan dan manfaatnya. Sehingga, harap Bamseot, masyarakat tidak lagi takut untuk beralih ke kendaraan listrik.

“Kenaikan harga BBM selalu menjadi persoalan besar di masyarakat. Ketergantungan pada bahan bakar fosil itu begitu mengakar. Solusi yang bisa dilakukan adalah dengan menggalakan penggunaan kendaraan elekrik. Tren otomotif dunia saat ini pun mulai bergeser ke kendaraan elektrik,” ujar Bamsoet di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (04/07/18).

Politisi Partai Golkar ini menurutkan pilihan kendaraan elektrik semakin banyak. Hampir semua pabrik besar mobil dunia sudah merilis produk full listrik. Bukan lagi hybrid. Mulai dari perusahaan otomotif dari Cina, Geely, hingga pabrikan mobil Korea Selatan, Hyundai, ikut terjun di pasar elektrik.

“Pilihan sudah banyak. Tapi memang, yang kerap jadi pilihan utama adalah Tesla. Pabrik mobil listrik asal Amerika Serikat. Kebetulan, yang saya miliki Tesla model X60 dan S60,” kata Bamsoet.

Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia dan ketua Umum Ardin Indonesia ini mengungkapkan, dirinya sengaja membeli dua unit tersebut untuk mempromosikan penggunaan mobil listrik. Agar semakin banyak orang yang terinspirasi menggunakannya. Bamsoet telah membuktikan bahwa kendaraan tersebut sangat ekonomis.

“Nge-charge di rumah 6 jam full untuk berjalan 350 km. Jadi kalau hanya mutar di Jakarta dan pulang pergi rumah-kantor, cukup seminggu sekali nge-charge,” tuturnya.

Dari segi perawatan pun sangat murah. Bahkan, nyaris tanpa biaya perawatan sama sekali. Polusi pun tidak ada. Karena memang mobil listrik tidak mempunyai knaklpot dan tidak mengeluarkan emisi gas buang.

“Mobil ini nyaris tanpa perawatan. Sangat ramah lingkungan pula. Karena tidak ada mesin, maka tidak perlu ganti oli dan lain sebagainya. Hanya pergantian kanvas rem dan ban. Itupun bisa 2-3 tahun sekali,” paparnya.

Harga mobil tersebut, kata Bamsoet, kurang lebih sama dengan harga mobil kelas menengah lainnya. Bahkan, masih jauh di bawah harga mobil mewah Eropa seperti Mercedes-Benz atau BMW.

“Kalau di Amerika harga mobil tersebut untuk yang tipe 3 sekitar $35.000 AS. Untuk yang tipe S60 seperti yang saya pakai $50.000-$60.000 AS atau setara dengan mobil Fortuner terbaru. Jadi sebenarnya bukanlah masuk katagori mobil mewah. Dibandingkan mobil Mercedes atau BMW masih jauh lebih murah. Apalagi jika pemerintah memberikan insentif berupa keringatan atau bahkan penghapusan Pajak Barang Merah (PBM) khusus bagi mobil full listrik (bukan hybried). Sebab kalau di Amerika, pembeli Tesla atau mobil full listrik dapat insentif potongan pajak dan harga karena masuk kategori membantu pemerintah untuk mengurangi BBM dan polusi,” pungkas Bamsoet.

Kementerian Perindustrian sendiri sudah menyiapkan roadmap arah kebijakan pengembangan industri alat transportasi nasional untuk menyesuaikan perkembangan teknologi industri otomotif. Bahkan, akan ada insentif bea masuk hingga hingga tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) untuk mobil listrik.

“Untuk roadmap, tahapan yang telah kami lakukan adalah pengembangan Kendaraan Bermotor Hemat Energi dan Harga Terjangkau (KB2H). Kemudian, dilanjutkan dengan kendaraan hibrid hingga kendaraan listrik,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto beberapa waktu lalu.

Menurut Airlangga yang juga Ketua Umum Partai Golkar tersebut, pengembangan teknologi kendaraan listrik sangat diperlukan. Agar pemerintah dan pelaku industri menyiapkan regulasi atau payung hukum terkait infrastruktur pendukung dan teknologi. Selain itu, diperlukan pula kesiapan industri komponen dalam negeri seperti baterai, motor listrik, dan power control unit (PCU).

”Kita perlu mendorong pembangunan infrastruktur kendaraan listrik seperti charging station. Mendorong kemampuan industri komponen kendaraan listrik melalui riset dan standardisasi, serta terus menyempurnakan bisnis model kendaraan listrik,” kata Airlangga. (MM)

Facebook Comments Box