Pimpinan Komisi V DPR: Pemerintah Perlu Pikirkan 3 Jenis Transportasi ke Selayar
JAKARTA – Wakil Ketua Komisi V DPR RI Ibnu Munzir menilai pihak pemerintah perlu memikirkan membuat transportasi yang nyaman bagi masyarakat Selayar, Sulawesi Selatan. Itu usai karamnya Kapal Motor (KM) Lestari Maju di Perairan Selayar, Selasa (3/7/2018) siang kemarin.
Bagi Ibnu, sejatinya Selayar bisa ditempuh tiga jalur transportasi; darat, udara dan darat. Meski yang paling dibutuhkan masyarakat Selayar sat ini, menurut Ibnu, tranportasi darat. Apalagi ada kilang minyak di Kabupaten Kepulauan Selayar yang dikelola oleh PT Saudi Indojaya International itu menelan dana sekitar 10 miliar dollar Amerika Serikat (AS).
“Beberapa kendala (jembatan) Selayar Bulukumba, kit perlu dana besar jika ingin membangun transportasi darat. Tapi, meski sebenarnya sudah kita lakukan seperti di Surabaya-Madura (Suramdadu). Perlu kita coba terlebih dahulu dengan melakukan kajian mendalam terkait persoalan itu,” kata Ibnu pada wartawan di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (4/7/2018) malam.
“Apalagi ada terminal minyak, sehingga perlu disiapkan transportasi udara, darat dan laut untuk mengangkut hasil produksi dan masyarakat. Jadi tak hanya bertumpu pada transportasi laut. Kalau hanya transportasi laut, kita perlu pikirkan jenis-jenis kapalnya lebih jauh, harus sesuai kondisi laut Selayar (yang deras),” sambung Ibnu.
Untuk diketahui, jarak yang ditempuh dari Bira Bulukumba ke Benteng, Selayar, sekitar 57.3 km. Sementara jarak tempuh dari Bira ke Pammatata kisaran 26,9 km. Waktu ditempuh dengan Kapal Feri dari Bira ke Pammatata membutuhkan waktu sekitar 2 jam.
Jika membandingkan jarak Surabaya ke Madura yang mencapai 95,6 km yang disatukan dengan Jembatan Suramadu. Jembartan sepanjang 5.438 meter yang diresmikan tahun 2009 ini menelan anggaran Rp 4,2 triliun.
“Jika itu memungkinkan kenapa kita tidak lakukan beberapa tahun ke depannya. Di Selayar ombaknya deras, ada istilah jene’ kebo (air putih, bahasa Makassar). Jene’ kebo sangat deras, jika kapal yang ada tidak di-design khusus dengan pasti, itu bisa berbahaya. Ini jadi pelajaran agar terus mengawasi sektor pelayaran di Indonesia,” jelas Ibnu. (Wahyu)