Pengamat: Sebaiknya Jokowi Ambil Cawapres Din Syamsudin sebagai Resistensi Kelompok 212
JAKARTA – Founder Revolusi Kedai Kopi, direktur eksekutif Digitroops Indonesia Fahd Pahdepie Joko Widodo harus mengambil tokoh muslim jika ingin kembali memenangkan Pemilihan Presiden (Pilpres) April 17 2019 mendatang. Jokowi Harus belajar dari Pilkada DKI Jakarta.
Menurut Fahd, paling masuk akal untuk situasi politik saat ini agar trauma Pilpres 2014 dan Pilkada DKI 2017 tak terulang. Maka satu-satunya dengan menjadikan tokoh agama sebagai Calon Wakil Presiden (cawapres).
“Ketika politik identitas terus menguat dan potensi keterbelahan berbasis SARA mengancam perhelatan pesta demokrasi yang akan datang, ‘for a greater good’ Jokowi perlu mengambil cawapres dari tokoh muslim. Ada Ma’ruf Amin, Mahfud MD, Din Syamsuddin, dan TGB. Saya kira TGB agak berat karena pernah dipanggil KPK,” kata Fahd seperti keterangan tertulisnya, Jakarta, Selasa (17/7/2018).
Seperti diwartakan, dari hasil survei LSI Denny JA, ada nama KH Ma’ruf Amindengan raihan elektabilitas di angka 21,6%. Kemudian Din Syamsudin yang jauh lebih muda dan punya pengalaman baik nasional dan internasional dengan elektabilitas dengan 17,2 persen.
“Dalam hemat saya, dilema Jokowi ketika memilih tokoh Islam adalah soal NU dan Muhammadiyah juga kecenderungan kedekatan dengan kalangan Islam bercorak 212,” ujarnya.
Bagi Fahd, jika Jokowi memilih tokoh NU seperti Ma’ruf Amin atau Mahfud MD, resistensi kelompok 212 akan cukup tinggi dan Jokowi harus siap kehilangan basis suara Muhammadiyah yang masih berpotensi migrasi ke kubu Prabowo.
“Lain halnya jika Jokowi memilih Din Syamsuddin yang merupakan tokoh Muhammadiyah. Saya kira suara Muhammadiyah akan cukup solid, sementara NU memiliki kemungkinan yang kecil untuk bersatu dengan kubu Gerindra dan PKS,” terang Fahd.
Seperti diketahui, sosok Din Syamsuddin juga dikenal sebagai tokoh yang dekat dengan semua kalangan. Bahkan dalam beberapa joke, sering disebut sebagai kader NU yang ‘dititipkan’ ke Muhammadiyah. Tingkat penerimaan parpol terhadap Din Syamsuddin juga jauh lebih baik, dari calon lainnya.
Alasannya, Din dianggap tidak mewakili kepentingan warna partai tertentu, meski ia mantan politisi Golkar dan dikenal dekat dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarno Putri.
“Selain itu, integritas Din Syamsuddin juga sudah sangat teruji. Ia tokoh yang bersih, satu frekuensi dengan Jokowi.
Sebagai informasi, Din memiliki segundang pengalaman seperti Presidium Dewan Antar-Agama-Indonesia, Ketua Pusat Dialog dan Kerjasama antar Peradaban (CDCC), dan Ketua Forum Perdamaian Dunia yang berbasis di Jakarta.
Di tingkat internasional, ia saat ini bertindak sebagai Presiden-Moderator Konferensi Asia Agama untuk Perdamaian (ACRP) yang berbasis di Tokyo, Jepang dan Co-President of Religions for Peace International yang berbasis di New York, Amerika Serikat.
Dia juga aktif dalam masalah lingkungan, ia menjadi Anggota Dewan Kepemimpinan PBB – Jaringan Solusi Pembangunan Berkelanjutan (UN-SDSN) yang berbasis di New York. Kemudian ia menciptakan Gerakan Indonesia untuk Menyelamatkan Bumi (Indonesia Bergerak Menyelamatkan Bumi) dan bertindak sebagai Ketua Komite Pengarah Gerakan.
Baru-baru ini dia berinisiatif dan menjadi Ketua Gerakan Indonesia Besar (Pergerakan Indonesia Maju atau PIM). Ia memperoleh gelar Master dan Doktor dari Program Interdepartmental dalam Studi Islam, Universitas California Los Angeles (UCLA), pada tahun 1998 dan 1991 secara berurutan.
Ia telah menerima banyak penghargaan di tingkat nasional dan internasional. Yang terakhir adalah Doktor Honoris Causa tentang Ilmu Islam dari Fatoni University Thailand (Maret, 2017) dan Penghargaan Menteri Luar Negeri Jepang (Agustus, 2016). (HMS)